Kamis 03 Feb 2022 05:24 WIB

Hasil Penelitian, LGBT dan Seks Bebas Picu HIV-AIDS di Kota Malang Meningkat

Penelitian Ika kepada 600 pengidap HIV-AIDS membuatnya meraih gelar doktor di Taiwan.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Erik Purnama Putra
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sri Sunaringsih Ika Wardojo.
Foto: Dok UMM
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sri Sunaringsih Ika Wardojo.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sri Sunaringsih Ika Wardojo dalam penelitiannya menghasilkan kesimpulan berkenaan tentang kualitas hidup pasien human immunodeficiency virus (HIV)-acquired immune deficiency syndrome (AIDS). Penelitian menunjukkan jika pola hidup LGBT dan seks bebas memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kasus HIV-AIDS di Kota Malang, Jawa Timur.

Ika menjelaskan, penelitiannya berfokus pada perkembangan dan permasalahan psikososial yang dialami pengidap HIV. Selain itu, penelitian membahas pengaruh HIV terhadap kualitas hidup maupun tingkat depresi yang dialami. Setelah melalui sidang, penelitian yang dilakukan Ika pun berhasil mengantarkannya meraih gelar doktor di Taipei Medical University, Taiwan.

Baca Juga

Ika menuturkan, pengidap HIV-AIDS yang terdeteksi di Kota Malang ada di angka 600-an orang. Banyaknya jumlah pengidap itu terjadi karena tingginya mobilisasi masyarakat di Kota Pendidikan tersebut. Berbagai kebudayaan dari berbagai wilayah telah bercampur di Kota Malang.

"Keterbukaan atas kelompok-kelompok rentan HIV-AIDS, seperti LGBT dan seks bebas juga turut berkontribusi meningkatkan angka kenaikan HIV di Kota Malang," kata Ika dalam siaran pers yang diterima Republika, di Kota Malang, Rabu (2/2/2022).

Sejalan dengan kenaikan angka HIV-AIDS, sambung dia, ada permasalahan kompleks yang juga dialami harus dialami para pengidapnya. Salah satu masalah yang dihadapi pasien HIV-AIDS adalah stigma buruk. Masyarakat, kata Ika, menganggap orang dengan HIV-AIDS perlu dihindari agar tidak tertular.

Dia mendapati, para pasien kerap mengalami berbagai tekanan dan penolakan, baik oleh keluarga maupun masyarakat. Informasi itu diperoleh Ika melalui penelitiannya yang berlangsung sejak 2018 hingga 2020. Data itu dikumpulkan dari 600 pasien HIV-AIDS yang berobat di beberapa rumah sakit (RS) di Kota Malang.

Hasil penelitian menunjukan terdapat permasalahan psikososial akibat pandangan negatif dan rendahnya dukungan dari orang sekitar. Jika permasalahan tersebut terjadi dalam jangka panjang, menurut Ika, dapat meningkatkan depresi dan menurunkan tingkat kualitas hidup orang dengan HIV-AIDS (ODHA).

Stigma negatif yang terjadi di Kota Malang disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat terhadap ODHA. Di Indonesia, kata dia, edukasi tentang seksual dan bagaimana pencegahan HIVpAIDS masih dianggap tabu. Pasalnya, persepsi tentang masyarakat terhadap ODHA dan cara penularannya dianggap menyimpang.

Untuk membantu para ODHA, Ika menyarankan, perlu adanya edukasi secara simultan kepada masyarakat. Hal ini terjadi mengenai informasi penularan, pencegahan, dan pengecekan berkala. Selain itu, masyarakat juga harus diedukasi mengenai pentingnya pemberian dukungan sosial dan menghindari pelabelan negatif pada ODHA.

"Diharapkan dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut dapat mengurangi depresi dan meningkatkan kualitas hidup mereka dalam jangka panjang," jelas Ika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement