Rabu 02 Feb 2022 21:10 WIB

DBD di Probolinggo Capai 21 Kasus, Dua Orang Meninggal

Masyarakat diminta untuk mewaspadai lonjakan kasus penyakit tersebut.

Petugas mengasapi kawasan permukiman untuk memberantas nyamuk Aedes Aegypti guna mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD).
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Petugas mengasapi kawasan permukiman untuk memberantas nyamuk Aedes Aegypti guna mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD).

REPUBLIKA.CO.ID, PROBOLINGGO -- Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo Mujoko mengatakan jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di wilayah setempat selama Januari 2022 mencapai 21 kasus. Sehingga masyarakat diminta untuk mewaspadai lonjakan kasus penyakit tersebut.

"Jumlah kasus DBD di Probolinggo sudah mencapai 21, kasus dengan jumlah kematian mencapai dua orang," katanya di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Rabu (2/2/2022).

Memasuki musim hujan, lanjut dia, masyarakat diimbau selalu mewaspadai penyakit DBD karena selama Januari 2022 jumlahnya cukup tinggi. "Dua kasus kematian akibat DBD itu sudah termasuk cukup tinggi sebab seharusnya tidak boleh ada kasus kematian karena DBD," ujarnya.

Ia mengatakan upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah kasus DBD sudah sangat maksimal, sehingga petugas di lapangan sudah sangat masif melakukan upaya pencegahan kasus penyakit yang disebabkan nyamuk Aedes Aegypti itu.

"Namun, kembali lagi kepada gerakan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan," katanya. Terkait dengan DBD, lanjutnya, tentu semua harus tetap waspada walaupun masih dalam penanganan Covid-19 dan DBD perlu penanganan secara cepat karena diagnosanya hampir mirip-mirip dengan Covid-19 pada gejala awalnya.

Ia menjelaskan kewaspadaan tinggi dari para petugas yang ada di lapangan khususnya betul-betul harus dilakukan, karena penanganan DBD pada prinsipnya kalau kasus ditemukan dan ditangani dengan cepat maka juga bisa sembuh dengan cepat.

"Tetapi kalau terlambat juga tentu risiko akan terjadi lebih buruk," ujarnya. Mujoko mengatakan upaya-upaya yang dilakukan saat ini terkait kasus DBD dan diagnosa betul-betul positif maka dilakukan pengasapan sebagaimana biasa dengan radius 100 meter dari titik kejadian DBD.

Selain itu upaya 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur) terkait gerakan masyarakat juga terus digalakkan. “Satu kasus pun akan difogging dengan catatan betul-betul diagnosa DBD. Di sisi lain gerakan masyarakat berupa 3M tetap harus digalakkan," katanya.

Menurutnya, fogging itu hanya membunuh nyamuk terbang dan jentik akan mati kalau kita lakukan dengan 3M tadi plus abatesasi. "Kecenderungan kasus DBD naik ada karena musim hujan dan sekarang dijumpai cukup banyak tumpukan sampah yang memicu genangan air dan selokan-selokan yang mampet, sehingga bisa menjadi sumber dari naiknya kasus DBD," ujar dia.

Untuk itu, lanjutnya, diperlukan gerakan semua elemen masyarakat untuk membersihkan lingkungan karena tren kasus DBD itu biasanya diawali dari Desember hingga April yang memasuki musim kemarau.

“Puncaknya biasanya pada Februari dan Maret, terutama daerah-daerah endemis, seperti Kecamatan Gending dan Pajarakan," ujarnya.

Mujoko mengimbau kepada masyarakat agar kembali menggalakkan kegiatan gotong royong dalam menjaga kebersihan lingkungan secara bersama-sama. Justru yang sangat berisiko adalah genangan air yang tertampung di kaleng-kaleng bekas, bak mandi, dan sebagainya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement