Ahad 30 Jan 2022 20:02 WIB

Pengamat Sebut Feronikel Antam Memiliki Prospek Menarik

Antam tak terpaku pada emas saja.

Pengamat Sebut Feronikel Antam Memiliki Prospek Menarik. Foto:   Logo PT ANTAM Tbk
Foto: Facebook PT ANTAM Tbk
Pengamat Sebut Feronikel Antam Memiliki Prospek Menarik. Foto: Logo PT ANTAM Tbk

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Pasar Modal Lucky Bayu Purnomo optimistis dengan masa depan usaha PT Aneka Tambang, Tbk. Pasalnya perusahaan pelat merah tersebut tidak hanya terpaku pada satu sektor usaha seperti emas saja, tetapi juga sektor yang lain, salah satunya yaitu feronikel.

"Feronikel, terutama Antam dengan diversifikasi hasil tambang menurut saya memiliki prospek yang menarik," kata Lucky kepada wartawan di Jakarta, Ahad (30/1/2022).

Baca Juga

Diketahui, dalam siaran pers Antam yang diterbitkan laman Bursa Efek Indonesia (BEI), pekan lalu memang cukup menggembirakan, terurama dalam komoditas feronikel. Sebab, selama 2021, Antam mencatatkan produksi feronikel (unaudited) sebesar 25.818 ton nikel dalam feronikel (TNi). Angka tersebut dinilai relatif stabil jika dibandingkan dengan tingkat produksi feronikel pada tahun 2020. Sementara, volume penjualan produk feronikel Antam di tahun yang sama mencapai 25.992 TNi.

Tidak hanya itu, produksi bijih nikel (unaudited) Antam yang digunakan sebagai bahan baku pabrik feronikel dan penjualan kepada pelanggan domestik, juga mencapai 11,01 juta wet metric ton (wmt). Angka tersebut meningkat 131% secara tahunan (yoy) dibandingkan dengan tingkat produksi tahun 2020 sebesar 4,76 juta wmt.

Kemudian, kinerja penjualan bijih nikel Antam sepanjang 2021 mencapai 7,64 juta wmt, tumbuh 132% dari realisasi penjualan di tahun 2020 sebesar 3,30 juta wmt.

Lucky mengapresiasi aneka usaha yang dilakukan PT Antam. Menurutnya, dengan diversifikasi hasil tambang yang dimiliki, sangat memungkinkan bagi Antam untuk dapat menghindari kerugian dan sekaligus meraup keuntungan yang lebih maksimal lagi. 

Lucky mencontohkan fenomena pada awal 2020, di mana Antam terancam mengalami pelemahan yang cukup tajam, terutama akibat dampak Pandemi Covid-19. Namun situasi itu berubah dan Antam kembali menguat karena sektor usaha yang dilakukan juga mengalami peningkatan, termasuk di sektor feronikel dan emas.

"Kita ingat awal tahun 2020 Antam kondisi yang melemah, tapi dia berhasil menguat, karena selain feronikel juga dipicu harga emas saat itu tertinggi sepanjang sejarah di Antam, itu USD2.039,77 per troy ounce," jelasnya. 

Lucky juga menjelaskan, beragam keuntungan yang didapat Antam dengan produksi feronikel dan sektor lainnya. Sektor ini kata dia, dapat menjadi pengganti ketika satu sektor mengalami penurunan dan pelemahan.

"Untuk feronikel, dari hasil tambang yang dilakukan bebebapa produsen hasil tambang, persoalan apakah signifikan atau tidak, tentu para miner memiliki diversifikasi atau beberapa produk lain, produk subsitusi untuk mendukung kinerja fundamental," jelasnya.

"Jadi saya melihat dengan produksi feronikel, Antam memiliki produk lain sebagai subsitusi atau pengganti kinerja fundamental, apabila salah satu produknya memiliki koreksi."

Lalu, apakah feronikel yang dihasilkan Antam? Berkaitan dengan hal ini, Antam sendiri beberapa waktu lalu memberikan penjelasan. Melalui akun resminya @OfficialAntam menulis,

"Tahukah anda, feronikel yang dihasilkan oleh Antam memiliki 80% kadar besi & 20% nikel. Umumnya feronikel digunakan untuk bahan paduan pembuatan baja & memiliki unsur lapisan anti karat. Di Indonesia feronikel ini diproduksi di Pabrik Feronikel Pomala."

Tak khawatirkan saham

Ketika ditanya terkait saham Antam yang masih cenderung naik-turun di awal tahun 2022, Lucky Bayu santai saja menjawabnya. Ia mengaku sama sekali tidak khawatir dengan kondisi tersebut. Menurutnya, terjadinya pelemahan belakangan ini bersifat hanya temporal saja.

"Jadi menurut saya, justru saya melihat Antam dalam kondisi discount. Jadi pelemahan ini dimaknai sebagai koreksi temporer, peraturan kan bisa mengalami perubahan. Contoh, kebijakan-kebijakan yang sudah ada di sektor komoditi apakah itu pajak ekspor-impor di industri Kelapa Sawit, apakah DMO (domestik market obligation) di batu bara, itu kan mengikuti dinamika di sektor. Jadi pandangan saya, sentimennya ini temporer," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement