Jumat 28 Jan 2022 20:04 WIB

Orang Betawi Biasa Berdebat Soal Serius, Bahkan Sampai Perkara Atheisme

Melawan Atheisme Dalam Sejarah: Ketika Suradal Kebingungan Debat dengan Guru Mansur

Para ulama Betawi tempo dulu
Foto: Ridwan Saidi
Para ulama Betawi tempo dulu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dan Budayawan Betawi.

Foto di atas adalah pertemuan ulama seluruh Jakarta Raya tahun 1952 di masjid Matraman, Jakarta Pusat untuk menyamakan langkah menghadapi atheisme. Dalam foto tampak di depan dari kiri Guru Mansur Jembatan Lima, Haji Agus Salim, Ali Al Hamidy.

Guru Mansur ahli ilmu falak. Orang Betawi menunggu fatwa Guru Mansur kapan mulai puasa dan kapan lebaran. Sejak proklamasi sampai masuknya kembali tentara Belanda, Guru Mansur terus kibarkan Sang Saka di menara Mesjid Jembatan Lima. Guru Mansur menolak ketika Belanda minta turunkan Sang Saka. Akhirnya tentara Belanda tembaki menara mesjid.

Ali Al Hamidy pemrakarsa shalat Idul Fitri di halaman Jalan Pegangsaan 56, gedung P,roklamasi, pada akhir Agustus 1945.Menemui Ustadz Ali tak susah, tapi wawancara beliau tak mudah. Beliau punya banyak koleksi humor, kita harus tahu celah.

Pada tahun 1958 seorang penulis sajak dari Jogya berkata di ruang publik bahwa ia, Suradal Mahatmanto, tak percaya Tuhan itu ada.Suradal dan omongannya dibahas di mana-mana.

Seorang ulama yang dikenal Ustadz Hassan Bandung mengajak debat Suradal. Hassan Bandung mitra korespondensi Ir Soekarno di masa pembuangan di Endeh (lihat buku Surat-Surat Islam dari Endeh, Di bawah Bendera Revolusi).

Akhirnya disepakati ajang debat di Hotel Yen Pin Jl Merdeka Utara. Sekarang gedung Pertamina. Debat dipimpin tiga orang jury yang disetujui para pihak.

Jalannya perdebatan sepihak karena Suradal tampaknya tak menguasai masalah. Kebingungan. Mungkin pengunjung, termasuk ayah saya, kecewa berat.

Tapi Hassan Bandung, mungkin diilhami oleh debat ini beliau kemudian menulis buku "Adakah Tuhan?" Uraian tentang tauhid.

Betapa pun, peristiwa debat itu sejak lama sering menggelitik saya punya qolbu, kok bisa ya? 

Masa lalu itu cermin buat kita. Generasi lampau dapat selesaikan masalah yang sangat peka dengan cara elegan. Kita bisa lebih dari itu kalau mau ikhtiar. Insya Allah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement