Rabu 26 Jan 2022 21:42 WIB

Antisipasi Omicron, Pemkab Tulungagung Kembali Jemput PMI

Kabupaten hingga desa menyediakan tempat isolasi terpusat untuk PMI.

Pekerja Migran Indonesia (PMI) menunggu hasil tes pemeriksaan kesehatan dan dokumen perjalanan (ilustrasi).
Foto: Antara/Umarul Faruq
Pekerja Migran Indonesia (PMI) menunggu hasil tes pemeriksaan kesehatan dan dokumen perjalanan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGANGUNG -- Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur kembali memberlakukan kebijakan penjemputan untuk setiap pekerja migran Indonesia (PMI) asal daerah itu yang pulang kampung. Hal itu demi mencegah sekaligus mengantisipasi merebaknya Covid-19 varian omicron.

"Kepulangan PMI akan diperketat. Kami akan selalu berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jatim. Kami juga akan lakukan penjemputan seperti dulu jika itu memang dirasa perlu dan mendesak," kata Bupati Tulungagung, Maryoto Birowo di Tulungagung, Rabu (26/1).

Baca Juga

Selain itu, mitigasi wabah Covid-19 varian omicron juga akan dilakukan seluruh jajaran satgas bersama struktur perangkat. Tidak hanya di level kabupaten, namun juga hingga jaringan tiga pilar tingkat desa/kelurahan.

Pengawasan terhadap warga pendatang, terutama yang baru melakukan perjalanan dari luar negeri akan diperketat. Satgas tingkat desa bersama pemerintah desa juga diwajibkan mengaktifkan fasilitas isolasi terpusat yang telah ada, berikut menyiagakan relawan.

Pemerintah Desa diminta menyediakan tempat isolasi terpusat. Puskesmas diminta siaga dan menyiapkan kebutuhan obat-obatan.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Tulungagung, Agus Santoso mengatakan, hingga Maret ada 1.407 PMI yang habis kontraknya. PMI ini diperkirakan pulang ke Indonesia setelah habis kontrak, kecuali yang kontraknya diperpanjang. "Kalau sampai Mei bisa dua kali lipat," ujarnya.

Disinggung teknis pemulangan PMI, Agus menjelaskan, setelah sampai di Tanah Air, PMI dikarantina selama enam hari oleh Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jatim. Setelah enam hari, akan dites usap PCR.

Jika hasilnya negatif, PMI yang bersangkutan diperbolehkan pulang dengan dijemput oleh Pemerintah Kabupaten, lalu dijemput oleh pemerintah desa. "Di desa dikarantina lagi selama delapan hari," katanya. Karantina bisa dilakukan terpusat atau secara mandiri.

Agus juga menjelaskan, pihaknya hanya bisa memantau PMI yang resmi. Namun untuk PMI yang ilegal, pihaknya tak bisa memantau karena jumlahnya diyakini jauh lebih besar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement