Rabu 26 Jan 2022 15:42 WIB

Indonesia Resmi Layani Navigasi Penerbangan di Kepri dan Natuna 

Indonesia dan Singapura menyepakati penyesuaian pelayanan ruang udara.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi. Indonesia kini resmi melayani navigasi penerbangan di Kepulauan Riau (Kepri) dan Natuna.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi. Indonesia kini resmi melayani navigasi penerbangan di Kepulauan Riau (Kepri) dan Natuna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia kini resmi melayani navigasi penerbangan di Kepulauan Riau (Kepri) dan Natuna. Hal tersebut terjadi setelah Indonesia dan Singapura menyepakati penyesuaian pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR). 

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan, kesepakatan tersebut merupakan buah dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama bertahun-tahun oleh pemerintah untuk melakukan negosiasi penyesuaian FIR dengan Pemerintah Singapura. “Kita berhasil melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Ini bukti keseriusan Pemerintah Indonesia,” kata Budi dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (25/1/2022). 

Baca Juga

Perjanjian tersebut ditandai dengan ditandatanganinya kesepakatan penyesuaian FIR oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Transportasi Singapura S Iswaran. Penandatanganan juga disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong, Selasa (25/1/2022), di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.

Pelayanan navigasi penerbangan pada ruang udara di atas wilayah Kepri dan Natuna sebelumnya dilayani oleh Otoritas Navigasi Penerbangan Singapura. Dengan adanya kesepakatan FIR maka kini dilayani oleh Indonesia melalui Airnav Indonesia. 

Budi mengungkapkan, untuk mempercepat implementasi persetujuan tersebut maka pemerintah secara intensif akan melakukan proses lanjut sesuai perundang-undangan yang berlaku serta ketentuan ICAO. “Penyesuaian FIR memiliki sejumlah manfaat bagi Indonesia,” tutur Budi. 

Manfaat pertama yakni meneguhkan pengakuan internasional atas status Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki kedaulatan penuh ruang udara di atas wilayahnya, sesuai Konvensi Chicago 1944 dan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS) 1982. Kedua, akan semakin meningkatkan kualitas layanan dan juga keselamatan penerbangan di Indonesia.

Budi menjelaskan, kesepakatan lain yang diatur dalam perjanjian tersebut juga untuk alasan keselamatan penerbangan. Indonedia masih mendelegasikan kurang dari 1/3 ruang udara atau sekitar 29 persen yang berada di sekitar wilayah Singapura kepada Otoritas Navigasi Penerbangan Singapura secara terbatas. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement