Senin 24 Jan 2022 23:28 WIB

Buyback Saham Rp 3 Triliun, Ini Rencana BRI

Pada 2022, BRI akan fokus pada menjaga fundamental perusahaan.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Logo Bank Rakyat Indonesia (BRI). Bank BRI menyiapkan rencana seiring proses buyback saham senilai Rp 3 triliun yang mereka lakukan.
Foto: Antara
Logo Bank Rakyat Indonesia (BRI). Bank BRI menyiapkan rencana seiring proses buyback saham senilai Rp 3 triliun yang mereka lakukan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk merencanakan pembelian kembali saham atau buyback yang telah dikeluarkan dan tercatat Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 30/POJK.04/2017 tanggal 21 Juni 2017 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Perusahaan Terbuka (Peraturan OJK No.30/2017).

Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan, jumlah nilai nominal seluruh buyback diperkirakan sebesar-sebesarnya Rp 3 triliun. Buyback dilakukan melalui Bursa, baik secara bertahap maupun sekaligus, dan diselesaikan paling lambat 18 bulan sejak tanggal Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Tahun 2022 (RUPST).

Baca Juga

"Buyback dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari OJK dengan memperhatikan kondisi likuiditas serta permodalan Perseroan dan peraturan yang berlaku," ujar Aesrika ketika dihubungi Republika, Senin (24/1/2022).

Ia menyampaikan, rencana buyback saham ditujukan sebagai insentif maupun reward kepada Insan Brilian (Pekerja BRI). Dari sisi lain, perseroan bermaksud menyinambungkan aspirasi pekerja untuk meningkatkan kepemilikan saham BBRI. 

Dari sisi permodalan, buyback diyakini tidak memengaruhi kondisi keuangan perseroan. "Modal kerja perseroan, sampai dengan saat ini, memadai untuk membiayai kegiatan usaha secara jangka panjang," ucap Aestika.

Adapun strategi BRI pada 2022 akan berfokus pada menjaga fundamental perusahaan agar bisnis dapat tumbuh sehat dan berkelanjutan. Dari sisi pertumbuhan kredit, main driver pertumbuhan kredit BRI masih akan ditopang oleh segmen mikro dan konsumer. 

"Sementara segmen kecil akan difokuskan pada transaction based loan dan segmen korporasi akan didorong pada optimalisasi value chain," ucapnya.

Aestika juga menyebut penyaluran kredit juga akan tetap tumbuh selektif (selective growth) salah satunya memanfaatkan stimulus bisnis pemerintah serta melakukan eksplorasi new growth engine termasuk optimalisasi sinergi ultra mikro serta salary based loan yang lebih kompetitif.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement