Ahad 23 Jan 2022 18:08 WIB

Waspada Kasus DBD di Bandung Meningkat

Dari November 2021 terdapat 475 kasus dan pada Desember meningkat jadi 695 kasus

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Gita Amanda
Petugas melakukan pengasapan (fogging) untuk mencegah penyakit dbd. (ilustrasi).
Foto: ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI
Petugas melakukan pengasapan (fogging) untuk mencegah penyakit dbd. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung mengungkapkan kasus penderita Demam Berdarah Dengue (DBB) mengalami peningkatan di bulan Desember tahun 2021 dan Januari tahun 2022. Oleh karena itu masyarakat diminta untuk waspada dan berperilaku hidup sehat dan bersih di rumah dan lingkungan.

Data Dinkes Kota Bandung menunjukkan total kasus DBD pada tahun 2021 mencapai 3.743 kasus dengan jumlah penderita yang meninggal sebanyak 13 orang. Pada bulan November tahun 2021 kasus DBD mencapai 475 dengan empat orang diantaranya meninggal dunia.

Baca Juga

Sedangkan pada bulan Desember 2021 kasus DBD mencapai 695 kasus dengan penderita yang meninggal 2 orang. Data Januari tahun 2022 sendiri masih dalam tahap pendataan.

"Kalau berdasarkan data yang didapat dari puskesmas dan rumah sakit bulan-bulan terakhir ini terjadi kenaikan kasus DBD jika dibandingkan awal tahun (2021), kita memantau terus bulan Desember dan Januari meningkat dibandingkan bulan sebelumnya," ujar Kepala Dinkes Kota Bandung dr Ahyani Raksanagara melalui Subkoordinator pencegahan dan pengendalian penyakit menular Dinkes Kota Bandung Ira Dewijani, Ahad (23/1/2022).

Ia menuturkan pihaknya menyimpulkan terjadi peningkatan kasus DBD berdasarkan perbandingan bulan-bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan kasus sendiri terjadi karena dua faktor yaitu terdapat virus dan nyamuk Aedes Aegypti.

"Biasanya musim hujan bisa memperkirakan kasus mulai naik karena musim hujan ada genangan," katanya. Ira menuturkan nyamuk Aedes Aegypti senang berada di genangan air yang bersih di tempat penyimpanan air, pot bunga dan talang air.

Selain itu peningkatan kasus dipengaruhi oleh kecepatan puskesmas untuk mendeteksi dini pasien DBD. Sebelum-sebelumnya, deteksi dini DBD hanya bisa dilakukan di rumah sakit.

"Satu sisi deteksi dini lebih cepat kasus ketahuan lebih banyak. Jadi kasus banyak tapi fatality rate lebih kecil dibandingkan tahun lalu," katanya. Sehingga ia mengatakan tingkat keparahan penderita bisa menurun dari tahun ke tahun.

Ira menambahkan Kota Bandung yang berstatus endemis DBD membuat kasus akan tetap ada. Namun upaya pengendalian dan pencegahan harus dilakukan agar tidak banyak warga yang terserang DBD melalui hidup sehat, 3M dan salah satu opsi lainnya fogging.

"Fogging salah satu pelengkap. Fogging dilakukan harus sesuai indikasi menemukan kasus dan jentik (perindukan)," katanya. Namun yang lebih penting dilakukan yaitu melakukan pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M yaitu menguras penampungan air, mengubur barang bekas, dan menutup tempat penampungan air.

"Yang gak bisa dikuras (penampungan) harus dikasih abate, yang sakit diobati dan menjaga kebersihan lingkungan tanggung jawab semua," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement