Ahad 23 Jan 2022 17:38 WIB

Di Tengah Pandemi Covid-19, Pasien DBD Kota Bandung Telat Tertolong

Pasien DBD terlambat mendapat pertolongan karena masyarakat takut ke faskes

Rep: Arie Lukihardianti./ Red: Nur Aini
Pasien demam berdarah dengue (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Pasien demam berdarah dengue (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Masyarakat di minta tetap waspada dengan penyakit demam berdarah dengue (DBD) di tengah pandemi Covid 19 ini. Hal itu karena, menurut Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Jawa Barat M Yudi Koharudin, jumlah penyakit DBD di Jawa Barat masih tinggi meski pada 2021 kasusnya menurun dibandingkan 2020.

Namun, jumlah kasus kematian pada 2021 lebih banyak dibandingkan 2020. Berdasarkan data yang ada di Dinas Kesehatan Jawa Barat, jumlah total kasus DBD 2021 di Jabar sebanyak 21.857 dengan total kematian 203 kasus. Sementara itu pada 2020, jumlah kasus DBD sebanyak 22.613 dan jumlah kematian sebanyak 168 kasus. 

Baca Juga

"Penyakit DBD masih menjadi masalah yang harus diwaspadai masyarakat di tengah Pandemi Covid 19 ini," ujar Yudi kepada Republika.co.id, Ahad (23/1).

Menurut Yudi, peningkatkan angka kematian akibat DBD pada 2021 terjadi karena adanya keterlambatan untuk mendapatkan pertolongan. Hal itu terjadi, akibat adanya peningkatan kasus Covid-19.

"Peningkatan Covid 19 memberi stigma jadi masyarakat takut datang ke fasilitas layanan kesehatan," katanya.

Yudi menjelaskan, untuk jumlah kasus pada 2021, Kota Bandung menjadi wilayah terbanyak penderita DBD yakni, mencapai 3.743 kasus. Kemudian, disusul Kota Depok 3.155 kasus dan urutan ketiga ditempati Kota Bekasi dengan 1.963 kasus.

Sedangkan kematian tertinggi, kata dia, terjadi di Kabupaten Bogor dengan 22 kasus kematian dari 1.639 kasus penderita DBD. Kabupaten Bandung dengan 21 kasus kematian dari 1.385 kasus DBD dan Kota Tasikmalaya 21 kasus kematian dari 834 kasus DBD. 

Menurut Yudi, pada 2020 pun Kota Bandung menjadi yang tertinggi dalam jumlah kasus DBD. Kemudian, kedua ditempati Kabupaten Bandung. Tapi, pada 2021 berada di urutan kelima kasus tertinggi. Sementara posisi ketiga terbanyak yaitu Kota Bekasi. 

Yudi menjelaskan, kasus DBD tinggi di Jabar karena merupakan salah satu provinsi dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan termasuk wilayah endemik DBD. Perilaku masyarakat belum sepenuhnya menjaga kebersihan lingkungannya. Karena masih terdapat tempat penampungan air terbuka tanpa dibersihkan secara berkala dan beberapa sumber perkembangbiakan nyamuk.

"Penanganan tetap sesuai SOP dengan melaksanakan Penyelidikan Epidemiologi dan Fogging jika memenuhi syarat yang telah ditentukan dan juga menggalakan kegiatan PSN 3M Plus (Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan Menutup, Menguras, dan Mendaur Ulang) melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik sebagai tindakan preventif pencegahan DBD," paparnya.

Dengan adanya Pandemi Covid-19, kata dia, maka Penyuluhan dilakukan secara berjenjang oleh petugas  Puskesmas/Supervisor Jumantik/Koordinator Jumantik  dengan teknologi informasi dan media sosial  (telepon/SMS/WA). Strategi komunikasi untuk  penanggulangan Infeksi Dengue dengan lebih memanfaatkan saluran komunikasi yang aman dan tidak mengumpulkan  massa seperti melalui radio, televisi, baliho, media sosial, dan  media cetak dengan membagikan leaflet/stiker.

Menurutnya, penanganan DBD menjadi tantangan di tengah pandemi Covid-19. Antisipasi pencegahan DBD di masa pandemi lebih mengutamakan pemberdayaan masyarakat dengan mengaktifkan kembali PSN 3M Plus melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik.

Artinya, kata dia, setiap rumah memiliki juru pemantau jentik yang bertugas memastikan tidak ada jentik dan nyamuk di dalam dan luar rumah. Kemudian, mengecek jentik nyamuk secara berkala minimal 1 minggu sekali di sekitar rumah. Misalnya membersihkan tempat yang berpotensi menjadi sarang pembiakan nyamuk seperti penampungan air, vas bunga, penampungan dispenser, talang air, torn, ban bekas, botol bekas, barang bekas yang bisa menampung air dan lainnya.

"Kalau ada jumantik di rumah warga dapat mengurangi kasus DBD. Karena kasus DBD ini pengendaliannya harus berawal dari vektornya yaitu jentik nyamuk," katanya.

Sedangkan untuk penanganannya, kat dia, adalah dengan meningkatkan kewaspadaan DBD kepada warga mengenai gejala klinis khas DBD misalnya demam, lemas, sakit kepala,  agar segera memeriksaan diri ke dokter. Sehingga penyakit DBD dapat tertangani sejak dini. 

"Selain itu perlu meyakinkan ke masyarakat untuk tidak takut berobat ke fasilitas kesehatan walaupun di masa pandemi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement