Jumat 21 Jan 2022 20:48 WIB

Kenaikan GWM, BRI Nyatakan Likuiditas Normal

Saat ini likuiditas berada dalam kondisi yang ample dengan LDR kisaran 83 persen.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Bank BRI. Terkait kenaikan GWM oleh BI, BRI menyatakan kondisi likuiditas bank dalam keadaan ample.
Foto: ANTARA/Jojon
Bank BRI. Terkait kenaikan GWM oleh BI, BRI menyatakan kondisi likuiditas bank dalam keadaan ample.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Bank Indonesia mulai mengambil langkah pengetatan likuiditas pada awal tahun ini. Adapun langkah pengetatan likuiditas dilakukan secara bertahap dengan menaikkan giro wajib minimum (GWM) rupiah ke bank umum konvensional (BUK) dan syariah.

Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), salah satunya PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menilai, likuiditas perbankan akan mulai bergerak ke arah normal menuju level sebelum pandemi Covid-19. Hal ini menyusul pascakebijakan normalisasi likuiditas yang dilakukan Bank Indonesia dengan menaikkan GWM secara gradual hingga 6,50 persen pada September 2022.

Baca Juga

"Likuiditas perbankan selama 2022 diproyeksikan akan mulai bergerak ke arah normal menuju level sebelum pandemi Covid-19," ujar Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto ketika dihubungi Republika, Jumat (21/1/2022).

Di samping itu, Aestika menyebut likuiditas perbankan masih mampu mengantisipasi dampak dari Fed Tapering. Dengan inflasi Indonesia yang relatif terjaga di bawah kisaran sasaran tiga persen plus minus satu persen (IHK yoy Des 2021 tercatat 1,87 persen), nilai tukar rupiah yang stabil serta pertumbuhan ekonomi 2022 yang diproyeksikan naik ke kisaran 4,7 persen.

Menurutnya, Indonesia masih menjadi salah satu negara tujuan investasi yang menarik bagi investor asing dan diharapkan menjadi suntikan bagi likuiditas domestik. Adapun pengembangan pasar uang dan kebijakan makroprudensial akomodatif dari Bank Indonesia juga diharapkan memperkokoh fundamental Indonesia dalam menghadapi dampak tapering off pada tahun ini. 

"Khusus BRI, saat ini likuiditas berada dalam kondisi yang ample dengan LDR kisaran 83 persen," ucapnya.

Ke depan, Aestika meyakini pertumbuhan kredit sebesar delapan persen sampai 10 persen. Optimisme pertumbuhan kredit ini didasari dua alasan utama, yakni likuiditas BRI yang dalam kondisi ample serta kecukupan modal pasca rights issue dalam rangka holding ultra mikro. 

"Dari hasil rights issue senilai total Rp 95,9 triliun tersebut, BRI mendapatkan cash senilai Rp 41 triliun," ucapnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement