Sabtu 22 Jan 2022 03:50 WIB

Inggris Peringatkan Lawan Kediktatoran Rusia dan China

Barat akan berdiri bersama untuk memperjuangkan demokrasi melawan kediktatoran

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris Elizabeth Mary Truss alias Liz Truss.
Foto: Antara/reuters
Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris Elizabeth Mary Truss alias Liz Truss.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Inggris memperingatkan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Cina Xi Jinping pada Jumat (21/1/2022). London menyatakan Barat akan berdiri bersama untuk memperjuangkan demokrasi melawan kediktatoran yang lebih berani sejak Perang Dingin.

Berbicara di Australia, Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss menyatakan Barat harus bersama-sama menanggapi ancaman global, memperdalam hubungan dengan negara-negara demokrasi di Indo-Pasifik, dan menghadapi agresor global. Agresor global berani dengan cara yang belum pernah kita lihat sejak Perang Dingin.

"Mereka berusaha mengekspor kediktatoran sebagai layanan di seluruh dunia. Itulah sebabnya rezim seperti Belarusia, Korea Utara, dan Myanmar menemukan sekutu terdekat mereka di Moskow dan Beijing," kata Truss dalam pidatonya di Lowy Institute di Sydney.

Barat, menurut Truss, harus bekerja dengan sekutu seperti Australia, Israel, India, Jepang, dan Indonesia untuk menghadapi agresor global, terutama di Pasifik. "Sudah waktunya bagi dunia bebas untuk berdiri tegak," ujarnya.

Para pemimpin Barat mengatakan abad ke-21 akan ditentukan oleh perjuangan antara demokrasi dan pesaing seperti Cina dan Rusia. Kelompok ini menantang konsensus pasca-Perang Dingin secara militer, teknologi, dan ekonomi.

Barat pun menyebut Rusia sebagai kleptokrasi diktator yang diatur oleh elit  yang telah melibatkan diri dalam petualangan yang tidak bertanggung jawab seperti pencaplokan Krimea pada 2014. Kemudian Rusia pun diduga ikut campur dalam pemilihan Amerika Serikat (A)dan Eropa, dan serangkaian upaya spionase serta pembunuhan tingkat tinggi di luar negeri.

Para pejabat Rusia mengatakan Barat penuh dengan perpecahan, dicengkeram oleh Russophobia dan tidak memiliki hak untuk menceramahinya tentang bagaimana harus bertindak. Sedangkan Cina mengatakan Barat masih berpikir bahwa mereka dapat memerintah seluruh dunia dengan cara kolonial dan mengatakan negara itu akan menentukan jalannya sendiri tanpa campur tangan dari kekuatan asing.

Saat ini ketegangan yang meningkat di Ukraina dengan Barat sedang mencoba mencari tahu apa yang harus dilakukan jika Rusia menginvasi tetangganya. Truss memperingatkan Putin untuk berhenti dan mundur dari Ukraina sebelum membuat kesalahan strategis besar-besaran.

"Kremlin belum mempelajari pelajaran sejarah dan bahwa invasi hanya akan menyebabkan rawa yang mengerikan dan hilangnya nyawa, seperti yang kita ketahui dari perang Soviet-Afghanistan dan konflik di Chechnya," ujar Truss.

Lebih dari 15.000 tentara Soviet hilang di Afghanistan dari 1979 hingga 1989, sementara ratusan ribu orang Afghanistan tewas. Perang pimpinan AS di Afghanistan dari 2001 hingga 2021 menyebabkan lebih dari 3.500 kematian di antara koalisi militer internasional.   menurut proyek Costs of War di Institut Watson Brown University, sekitar 241.000 orang telah tewas di zona perang Afghanistan dan Pakistan sejak 2001.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement