Jumat 21 Jan 2022 12:02 WIB

Wamendag: Kripto Bukan Alat Pembayaran 

Pada September 2021, transaksi kripto sudah mencapai Rp 470 triliun.

Rep: Setyanavidita Livikacansera / Red: Dwi Murdaningsih
Uang kripto (ilustrasi)
Foto: Pixabay
Uang kripto (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Potensi perdagangan aset digital di Tanah Air diyakini akan terus meningkat. Hal ini disebutkan Wamendag Jerry Sambuaga, dalam acara Grand Launching T-Hub Bali dari Tokocrypto, di Bali, Jumat (21/1). 

Hal ini, kata dia, terlihat dari maraknya perdagangan non fungible token (NFT) dan pemanfaatan teknologi blockchain di masa depan. Perbincangan tentang berbagai perkembangan digital ini pun masih diwarnai kontroversi. 

Baca Juga

Dalam hal ini, Jerry menegaskan, aset digital atau kripto harus diposisikan sebagai komoditas. "Kripto bulan aset pembayaran. Di Indonesia, transaksi pembayaran hanya bisa menggunakan rupiah," ujarnya. 

Meski begitu, perkembangan teknologi yang terus bergulir kencang juga tak bisa dihindari. Jerry mengingatkan, berbagai perlembangan terkait aset digital jelas tak bisa lagi dihindari. 

Pemerintah pun ingin tetap memiliki sikap yang tepat dalam perdagangan crypto di Indonesia. Salah satunya, adalah mrmberikan perlindungan bagi masyarakat, melalui bursa kripto. 

Menurut Jerry hal ini perlu dilakukan untuk memberikan kepastian usaha dan kepastian hukum bagi perlindungan investor dan pemilik aset digital di Indonesia. "Kata kuncinya adalah kepastian dan keamanan. Itu semua tugas pemerintah. Artinya sektor usaha apapun harus difasilitasi oleh pemerintah agar setiap pelakunya mendapatkan keadilan dan perlindungan dalam bertransaksi," ujarnya. 

Pada September 2021, transaksi kripto sudah mencapai Rp 470 triliun. Di mana per harinya berkisar Rp 2,5-2,7 triliun. Investor milenial berusia 20 hingga 30 tahun menjadi kelompok usia dominan yang memilih aset digital sebagai instrumen investasinya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement