Jumat 21 Jan 2022 10:32 WIB

Brasil Pertimbangkan Tutup Aplikasi Telegram Jelang Pemilu

Otoritas elektoral TSE Brasil mempertimbangkan untuk melarang aplikasi Telegram

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Otoritas elektoral TSE Brasil mempertimbangkan untuk melarang aplikasi Telegram jelang pemilu. Ilustrasi.
Foto: EPA-EFE/MATTIA SEDDA
Otoritas elektoral TSE Brasil mempertimbangkan untuk melarang aplikasi Telegram jelang pemilu. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA - Otoritas elektoral TSE Brasil sedang mempertimbangkan untuk melarang aplikasi perpesanan Telegram menjelang pemilu pada Oktober mendatang. Langkah itu dipertimbangkan karena Telegram belum menanggapi permintaan untuk membantu memerangi informasi palsu.

Kepala pengadilan pemilihan TSE Luis Roberto Barroso telah berusaha untuk bertemu dengan direktur eksekutif dan pendiri Telegram Pavel Durov sejak pertengahan Desember lalu untuk membahas cara mengatasi penyebaran informasi palsu. "Tidak ada aktor yang relevan dalam proses pemilihan 2022 yang dapat beroperasi di Brasil tanpa perwakilan hukum yang memadai, bertanggung jawab untuk mematuhi undang-undang nasional dan keputusan pengadilan," kata Barroso dikutip dari Reuters pada Jumat (21/1/2022).

Baca Juga

Barroso mencatat TSE telah menjalin kemitraan dengan hampir semua platform media sosial untuk memberantas berita palsu dan penyebaran teori konspirasi tentang legitimasi sistem pemilu Brasil. Namun, Telegram tidak memberikan tanggapan. Padahal, Telegram telah menjadi aplikasi paling populer kedua di Brasil.

Menurut TSE, sebanyak 53 persen pengguna smartphone di Brasil menggunakan aplikasi Telegram. TSE memperingatkan bahwa mereka akan membahas tindakan selanjutnya yang akan diambil pada awal Februari dan menegaskan tidak boleh ada pengecualian terkait dengan platform yang beroperasi di Brasil.

Sebelum Brazil, Jerman telah lebih dulu mempertimbangkan untuk melarang Telegram. Pekan lalu, Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser mengatakan Telegram terancam dilarang jika layanan tersebut terbukti terus melanggar hukum di negara tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement