Jumat 21 Jan 2022 08:29 WIB

Militer Myanmar Lagi-Lagi Tangkapi Jurnalis

Alasan penangkapan para jurnalis di Myanmar masih belum diketahui

Ilustrasi: Suasana demonstrasi antijunta militer di Myanmar.
Foto: Anadolu Agency
Ilustrasi: Suasana demonstrasi antijunta militer di Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Militer Myanmar menangkap tiga orang yang bekerja untuk portal berita independen Dawei Watch. Hal itu diungkapkan seorang editor di penerbitan itu pada Kamis (20/1/2022). Penangkapan itu merupakan penahanan terbaru dalam tindakan keras yang dilancarkan militer terhadap media sejak kudeta tahun lalu.

Moe Myint, seorang jurnalis berusia 35 tahun dan ibu dari tiga anak, ditahan pada Selasa (18/1/2022) di Dawei, sebuah kota di Myanmar selatan, kata editor yang meminta untuk tidak disebut namanya. Sebelumnya, jurnalis lain, Ko Zaw (38 tahun) dan Thar Gyi (21 tahun) seorang perancang visual media digital  di penerbitan tersebut ditangkap pada Rabu (19/1/2022).

Baca Juga

"Mereka saat ini ditahan di kantor polisi di Dawei dan alasan penangkapan mereka masih belum diketahui," kata editor itu yang menyerukan agar mereka segera dibebaskan.

Seorang juru bicara junta militer yang berkuasa tidak menanggapi permintaan komentar. Junta sebelumnya mengatakan pihaknya menghormati peran media tapi tidak akan membiarkan pelaporan yang dianggapnya salah atau mungkin akan menyebabkan kerusuhan publik.

Militer Myanmar sejak kudeta 1 Februari telah mencabut izin media, memberlakukan pembatasan pada internet dan siaran satelit, serta menangkap puluhan wartawan. Myanmar menduduki peringkat kedua terburuk di dunia sebagai negara yang memenjarakan wartawan dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh Committee to Protect Journalists.

Reporting ASEAN yang adalah sebuah kelompok advokasi media Asia Tenggara, mengatakan bahwa sejak kudeta sudah 115 wartawan yang mengalami penahanan, 44 jurnalis masih ditahan, dan tiga orang meninggal.

Beberapa wartawan asing juga ditahan, termasuk jurnalis Amerika Danny Fenster, yang merupakan redaktur pelaksana majalah daring independen Frontier Myanmar. Fenster dijatuhi hukuman 11 tahun penjara November lalu terkait hasutan, pelanggaran undang-undang tentang imigrasi, serta melakukan pertemuan yang melanggar hukum. Ia kemudian dibebaskan setelah ada negosiasi antara mantan diplomat AS Bill Richardson dan junta Myanmar.

sumber : Antara / Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement