Jumat 21 Jan 2022 08:09 WIB

Pinjaman Masyarakat ke Pinjol Meningkat 68 Persen, Pertanda Baik atau Buruk?

OJK menilai kehadiran keuangan digital memberi dampak baik bagi masyarakat

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran pinjaman uang dari perusahaan finansial berbasis teknologi atau fintech peer to peer lending, sering kali disebut pinjaman online sebanyak 73,25 juta peminjam pada 2021. Adapun realisasi ini tumbuh 68,15 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 43,56 juta peminjam.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran pinjaman uang dari perusahaan finansial berbasis teknologi atau fintech peer to peer lending, sering kali disebut pinjaman online sebanyak 73,25 juta peminjam pada 2021. Adapun realisasi ini tumbuh 68,15 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 43,56 juta peminjam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran pinjaman uang dari perusahaan finansial berbasis teknologi atau fintech peer to peer lending, sering kali disebut pinjaman online sebanyak 73,25 juta peminjam pada 2021. Adapun realisasi ini tumbuh 68,15 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 43,56 juta peminjam.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kehadiran industri keuangan digital memberikan dampak positif kepada percepatan akses masyarakat ke produk dan jasa keuangan. Hal ini dengan ditunjukkan dengan peningkatan akses masyarakat terhadap keuangan digital.

Baca Juga

"Pertumbuhan peminjam peer-to-peer lending sebesar 29,69 juta peminjam pada akhir 2021, meningkat 68,15 persen dibandingkan 2020,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (21/1/2022).

Pada saat yang sama, pemodal Securities Crowdfunding juga bertambah sebanyak 93.733 pemodal sejak diluncurkan pada awal 2021 dan mampu menyalurkan dana sebesar Rp 413 miliar. Menurut Wimboh, kenaikan kedua jumlah pemodal dan peminjam merupakan bagian dari Strategi Nasional Keuangan Inklusif. 

 

"Percepatan akses ini akan kami tingkatkan sesuai dengan target Strategi Nasional Keuangan Inklusif sebesar 90 persen pada 2024," ucapnya.

Namun, dia menyadari pemahaman masyarakat atas produk dan jasa keuangan digital belum diiringi dengan pemahaman atas risiko dari produk dan jasa keuangan itu sendiri. Menurutnya, masyarakat belum bisa membedakan perusahaan fintech dan produknya yang berizin dengan yang belum berizin.

Di samping itu, masyarakat juga belum sepenuhnya memahami konsekuensi setiap produk fintech sehingga kerap timbul dispute antara peminjam dengan perusahaan fintech baik legal maupun ilegal.

Dalam rangka mengurangi perselisihan tersebut, OJK menjalin kerja sama dengan sejumlah pemangku kepentingan dalam bentuk surat keputusan bersama yang disepakati pada Agustus tahun lalu.

"Kami telah bersama dengan Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bank Indonesia, dan Kementerian Koperasi dan UKM menandatangani Surat Keputusan Bersama pada 20 Agustus 2021," ucapnya.

Dengan kerja sama tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektivitas peningkatan literasi, edukasi, dan penegakan hukum untuk melindungi kepentingan konsumen di bidang sektor jasa keuangan.

"Dengan demikian, kami akan meningkatkan efektivitas upaya bersama meningkatkan literasi, edukasi, dan penegakan hukum dalam rangka perlindungan kepentingan konsumen sektor jasa keuangan. Kami mendukung langkah penegakan hukum terhadap para pelaku pinjaman online ilegal dan seluruh pihak yang terkait," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement