Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muturizal Sah Fenta H Muturizal

Masalah Hutan Indonesia:Antara Ekonomi Atau Deforestasi

Politik | Thursday, 20 Jan 2022, 10:55 WIB

Masalah Hutan Indonesia Antara Ekonomi Atau Deforestasi

Indonesia yang dikenal sebagai paru-paru dunia, Dengan total luas hutan daratan di Indonesia sebesar 120.773.441,71 hektar. Hutan Indonesia merupakan hutan yang menduduki urutan ketiga terluas di dunia dengan hutan tropis dan sumbangan dari hutan hujan (rain forest) Kalimantan dan Papua.

Menurut UU Kehutanan No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, ruang lingkup pengelolaan hutan meliputi kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Pengelolaan Hutan pada kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi lebih berorientasi pada bagaimana menjadikan ekosistem hutan tetap terjaga tanpa melakukan kegiatan produksi atau penebangan pohon di dalam hutan. Sedangkan pengelolaan hutan produksi berorientasi pada pemanfaatan hasil hutan dengan tetap melakukan kewajiban untuk megembalikan ekosistem hutan tetap lestari.

Hutan diindonesia di bagi kedalam beberapa jenis,menurut data Badan Pusat Statistik pada Tahun 2020,Indonesia memiliki Hutan Produksi Terbatas seluas 26.772.377,04 ha ,Hutan Produksi Tetap seluas 29.215.611,55 dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 29.215.611,55

Dengan melihat luas serta potensi hutan diindonesia Kontribusi sektor Kehutanan secara langsung dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat di desa sehingga mereka mempunyai daya beli yang tinggi, meningkatkan konsumsi rakyat di pedesaan yang memberikan kontribusi pertumbuhan sekitar 4% dari pertumbuhan Nasional sekitar 6,5%.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),pada 31 Desember 2018. Tercatat 12,17 Milyar US$ disumbangkan sebagai devisa negara tahun 2018 dari aktivitas perdagangan sektor hasil hutan.

nilai ekspor produk kehutanan secara akumulatif meningkat 70,33 persen, dimana pada kuartal kedua Tahun 2020 yaitu USD 2,59 juta, menjadi USD 4,41 juta pada kuartal kedua Tahun 2021. Sementara, produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) pada kuartal kedua Tahun 2020 yaitu 130 ribu ton, dan kuartal kedua tahun 2021 yaitu 192 ribu ton, secara akumulatif meningkat 47,60 persen.

Sumber-sumber pendapatan nasional terutama dari penerimaan dari hasil hutan masih memungkinkan di tingkatkan lebih besar lagi mengingat pengelolaan hutan diindonesia belum maksimal khususnya dalam pengelolaan hutan tanaman industri dan kekayaan hutan lainnya seperti kekayaan hayati flora dan fauna areal tambang batu bara yang berada di kawasan hutan yang menurut taksiran potensi batubara indonesia batubara Indonesia mencapai 26,2 miliar ton. Dengan produksi batubara sebesar 461 juta ton, belum lagi potensi luas hutan indonesia yang masuk kedalam 10 besar hutan terluas didunia yang memberikan oksigen Yang berperan untuk alat bargaining ekonomi ditingkat regional maupun internasional karena dunia sangat membutuhkan keberadaan oksigen dalam mengantisipasi bahaya pemanasan global serta efek rumah kaca yang diakibatkan dari industri yang menghasilkan karbon dioksida.

Tetapi problemnya adalah indonesia juga merangkak menjadi negara industri karena memiliki potensi sebagai negara industri itu terpenuhi misalkan adanya bahan baku,banyaknya penduduk menjadi sumber modal dalam halnya pengadaan tenaga kerja dan tuntutan ekonomi modern indonesia harus mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang terbarukan sehingga dari tiga faktor tersebut indonesia sebagai negara industri adalah keniscayaan.

Tentu saja industri membutuhkan pembukaan lahan-lahan baru,ketika lahan-lahan terbuka sudah di penuhi oleh kebutuhan infrastruktur lainnya seperti pemukiman,pertanian,perkebunan,peternakan dan lai lain maka mau tidak mau akan merambah kepada hutan indonesia untuk dijadikan lahan baru industri.

Hal demikian akan melahirkan pro dan kontra dalam orientasi pembangunan nasional,apakah bertahan dengan menjaga kelestarian hutan yang bisa menghasilkan sumber sumber kehidupan bagi sleuruh alam atau memperluas area industri yang dapat membuka lapangan kerja lebih besar dan menjadi suber penfapatan nasional yang besar pula?

Kerusakan alam yang diakibatkan pembukaan lahan hutan secara besar besaran dapat menimbulkan berbagai persoalan. pertama lahan gundul menyebabkan banjir karena resapan air tidak ada akibat dari kurangnya lahan terbuka hijau ,yang kedua sumber hutan sebagai penghasil oksigen akan berkurang yang berakibat pemanasan global meningkat ketika suhu bumi meningkat mengakibatkan berkurangnya kesehatan manusia serta gelombang pasar air laut meningkat yang akan mengakibatkan bumi akan tenggelam lebih cepat.

Namun ironinya makin meningkatnya permintaan akan suatu barang yang sumber dayanya diperoleh dari alam menjadi penyebab berkurangnya keanekaragaman hayati di Indonesia. Contohnya adalah kertas, mebel, dan minyak kelapa sawit. Kedua produk tersebut sangat dibutuhkan masyarakat saat ini dan bisa dikatakan sebagai penopang perekonomian banyak pihak terutama Negara. Namun ditengah-tengah upaya untuk meningkatkan perekonomian dengan produk-produk tersebut, ada sisi lain yang kurang menjadi perhatian, yaitu hutan Indonesia rusak akibat deforestasi

Deforestasi adalah kegiatan penebangan hutan sehingga lahanya dapat dialihfungsikan menjadi lahan non-hutan yakni seperti perkebunan, pertanian, perumahan, dll. Atau bisa juga pohon/tanaman di hutan tersebut ditebang dan diambil kayunya untuk keperluan industry. Banyaknya permintaan pasar terhadap produk-produk komoditas kehutanan membuat banyak hutan terpaksa dialihfungsikan guna memenuhi permintaan pasar yang tinggi. Tidak hanya itu, tingginya praktik korupsi dalam hal ini juga membuat laju deforestasi semakin melesat.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mendefinisikan 'deforestation' adalah kejadian ketika lahan 'hutan ditebangi atau dibersihkan untuk dikonversi penggunaan lahan untuk sektor di luar kehutanan'. Kehancuran hutan menunjukkan pada penggantian dalam kualitas hutan, dan terjadi 'ketika beraneka ragam spesis dan biomas berkurang secara penting, misalnya, penggunaan hutan dalam bentuk yang tidak lestari‘.

Menurut Greenpeace angka deforestasi yang terjadi di indonesia sebesar 629,2 ribu ha pada periode 2015-2016, 480 ribu ha pada periode 2016-2017, 439,4 ribu ha pada periode 2017-2018. Kemudian 462,5 ribu ha pada periode 2018-2019, dan 115,5 ribu ha pada periode 2019-2020.pada 2020 deforestasi diindonesia sudah mengalami penurunan yang signifikan,ini merupakan sesuatu yang mestinya terus menjadi awal bagi pemerintah untuk mengurangi laju deforestasi diindonesia

Dengan demikian seharusnya pengembangan ekonomi lingkungan berbasis lingkungan menjadi kebutuhan untuk menata pembangunan nasional indonesia secara keseluruhan dimana negara tidak bisa mengabaikan potensi-potensi yang dimiliki nya untuk mewujudkan kesejahteraan lewat pembangunan nasional berbasis industri yang menghasilkan sumber devisa yang besar untuk perekonomian nasional dan sekaligus menyediakan lapangan kerja untu warga negara nya,namun demikian negara tidak boleh melupakan tanggung jawab nya terhadap sumber daya alam lingkungan terutama hutan untuk menjaga keseimbangan dari ancaman bencana yang diakibatkan oleh pengerusakan hutan dan mengkonversi lahan hutan menjadi lahan industri.

Oleh karena itu mestinya penyelenggara negara dari semua tingkatan dari pusat hingga daerah sudah memiliki roadmap pembangunan nasional jangka panjang yang memastikan keberlangsungan ekonomi yang berimbang antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan tidak terpisahkan yaitu pemerintahan indonesia harus berubah dari birokrasi menuju biokrasi yaitu pemerintahan yang hijau dengan memperhatikan lingkungan.

Oleh:Muturizal Sah Fenta Hashfi

Mahasiswa Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image