Kamis 20 Jan 2022 19:35 WIB

Pemerintah Inggris Peras Anggota Parlemen Agar Johnson Tetap Berkuasa?

Boris Johnson dipaksa mengundurkan diri atas berbagai skandal yang menimpanya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
Foto: Jack Hill, Pool Photo via AP
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Anggota parlemen Inggris dari Partai Konservatif menuduh pemerintah mengintimidasi dan "memeras" anggota parlemen yang diduga ingin menurunkan Perdana Menteri Boris Johnson. Beberapa bulan terakhir kepala pemerintahan itu diterpa sejumlah skandal.

Pada tahun 2019 Johnson memenangkan pemilihan internal Partai Konservatif dengan suara terbanyak dalam 30 tahun terakhir. Kini ia dipaksa mengundurkan diri atas berbagai skandal yang menimpanya seperti pesta di kediaman resmi perdana menteri selama peraturan pembatasan sosial Covid-19 pada 2020 lalu.

Baca Juga

Sejumlah anggota parlemen dari Partai Konservatif pelopor upaya menurunkan Johnson. Tapi pukulan terkeras berasal dari ketua Komite Administrasi Publik dan Bidang Konstitusi Parlemen William Wragg.

Johnson yang berusia 57 tahun berjanji untuk melawan balik. Ia memperingatkan akan membawa Partai Konservatif meraih kemenangan dalam pemilihan berikutnya dan memastikan memenang kursi anggota Partai Konservatif yang membelot ke Partai Buruh.

"Dalam beberapa hari terakhir ini, terdapat sejumlah anggota parlemen yang menerima intimidasi dari anggota pemerintah karena mereka mendeklarasikan atau diasumsikan hendak misi tidak percaya pada kepemimpinan perdana menteri," katanya Kamis (20/1/2022).

"Selain itu, laporan yang saya ketahui tampaknya merupakan pemerasan, oleh karena itu saran saya pada rekan-rekan untuk melaporkan masalah ini pada ketua House of Commons dan komisaris Polisi Metropolitan," tambahnya.

Ambang batas mosi tidak percaya pada Johnson belum mencapai batasnya. Sejumlah anggota Partai Konservatif mengatakan akan menunda suara mereka sampai penyelidikan partai atas pelanggaran peraturan pembatasan sosial Covid-19 di kediaman resmi perdana menteri selesai.

Penyelidikan tersebut dipimpin seorang pegawai negeri Sue Gray. Di media sosial Twitter editor desk politik ITV mengatakan Gray menemukan email seorang pejabat pemerintah yang memperingatkan sekretaris Johnson membatalkan pesta.

Johnson mengatakan ia mengira pesta 20 Mei 2020 lalu itu merupakan acara kerja. Ia mengaku tidak ada yang memberitahunya kegiatan itu melanggar peraturan pembatasan sosial Covid-19.

Wragg menyinggung tentang work of government whips. Langkah Partai Konservatif untuk memastikan anggota partai di parlemen mendukung kebijakan pemerintah.

Istilah whips atau cambuk berasal dari kegiatan berburu rubah dari tahun 1742. Upaya memastikan anggota partai tetap melangkah sesuai tuntunan partai baik dengan ancaman atau promosi jabatan. 

"Tentu tugas kantor cambuk pemerintah memastikan urusan pemerintah di House of Commons (majelis rendah parlemen Inggris)," kata Wragg.

"Namun bukan fungsi mereka untuk melanggar kode kementerian dengan mengancam akan menarik investasi pada konstituen yang menggunakan dana masyarakat," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement