Rabu 19 Jan 2022 05:25 WIB

4 Alasan Heru Hidayat ASABRI tak Divonis Mati dan Respons Kejakgung

Pengadilan Tipikor tak jatuhkan vonis mati terhadap Heru Hidayat

Rep: Bambang Noroyono, Antara/ Red: Nashih Nashrullah
Terdakwa kasus korupsi Asabri Heru Hidayat usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta,Selasa (18/1/2022). Majelis Hakim menjatuhkan vonis nihil kepada terdakwa Heru Hidayat karena sudah mendapatkan hukuman maksimal dalam kasus sebelumnya. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa kasus korupsi Asabri Heru Hidayat usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta,Selasa (18/1/2022). Majelis Hakim menjatuhkan vonis nihil kepada terdakwa Heru Hidayat karena sudah mendapatkan hukuman maksimal dalam kasus sebelumnya. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta tidak menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat seperti yang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung.

Hakim bahkan menjatuhkan pidana nihil kepada Heru Hidayat karena Heru sudah dijatuhi vonis seumur hidup dalam perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang telah berkekuatan hukum tetap.

Baca Juga

"Majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum tentang penjatuhan hukuman mati terhadap terdakwa," kata hakim anggota Ali Muhtarom di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Selasa (18/1/2022) malam.

Alasan pertama, menurut hakim, adalah JPU telah melanggar azas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan. 

 

Kedua, penuntut umum tidak membuktikan kondisi-kondisi tertentu penggunaan dana yang dilakukan terdakwa saat melakukan tindak pidana korupsi. 

Alasan ketiga, berdasarkan fakta, Heru Hidayat dinilai melakukan tindak pidana korupsi saat situasi negara aman. 

Keempat, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara pengulangan. Oleh karena itu beralasan hukum untuk mengesampingkan tuntutan mati yang diajukan penuntut umum dalam tuntutannya. 

Apalagi tuntutan mati diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga:  Mualaf Syavina, Ajakan Murtad Saat Berislam dan Ekonomi Jatuh 

Menurut hakim, Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor menjelaskan keadaan tertentu, saat pidana mati dapat dijatuhkan adalah sebagai pemberatan bagi tindak pidana korupsi ketika negara dalam keadaan bahaya sebagaimana undang-undang yang berlaku, yaitu pada waktu bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi, waktu negara dalam krisis ekonomi, dan moneter.

"Tuntutan hukuman mati sifatnya fakultatif, artinya pilihan tidak ada keharusan untuk menjatuhkan hukuman mati," tambah hakim Ali.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement