Selasa 18 Jan 2022 23:06 WIB

Epidemiolog Minta PTM Disetop Hingga Awal Maret 2022

Tren kasus covid-19 harus kembali dilihat hari per hari mengingat cepatnya penyebaran

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Friska Yolandha
Seorang siswa sekolah dasar bereaksi ketika petugas kesehatan menyuntikkan suntikan vaksin COVID-19 selama perjalanan vaksinasi untuk anak-anak berusia antara enam hingga 11 tahun, di Banda Aceh, Indonesia, 18 Januari 2022.  Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman meminta pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah bisa dihentikan sementara hingga awal Maret 2022 mendatang.
Foto: EPA-EFE/HOTLI SIMANJUNTAK
Seorang siswa sekolah dasar bereaksi ketika petugas kesehatan menyuntikkan suntikan vaksin COVID-19 selama perjalanan vaksinasi untuk anak-anak berusia antara enam hingga 11 tahun, di Banda Aceh, Indonesia, 18 Januari 2022. Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman meminta pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah bisa dihentikan sementara hingga awal Maret 2022 mendatang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman meminta pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah bisa dihentikan sementara hingga awal Maret 2022. Sebab, kasus Covid-19 meningkat, terutama varian omicron dan bisa menyebabkan kematian pada anak-anak yang terinfeksi virus ini.

Dicky memperkirakan, di awal Februari 2022 akan mulai terjadi peningkatan kasus anak terinfeksi Covid-19 yang ada di rumah sakit. "Jadi, kita lebih baik setop PTM sampai awal Maret 2022. Karena saya melihat ada kecenderungan anak tertular Covid-19, padahal mereka harus dilindungi," ujar Dicky saat mengisi sebuah konferensi virtual, Selasa (18/1/2022).

Baca Juga

Ia meminta, tren kasus Covid-19 saat ini dilihat hari per hari. Data terakhir tentang omicron, dia melanjutkan, temuan kasusnya bisa delapan kali lebih besar dari yang dilaporkan. 

Ia memperkiralan, mayoritas ledakan kasus akan terjadi di Jawa-Bali karena karakter Covid-19 adalah mobilitas. Banyaknya kasus Covid-19 terutama varian omicron, dia melanjutkan, bisa mengakibatkan kematian pada anak. 

Ia menyebutkan, data angka kematian anak akibat Covid-19 di Afrika Selatan dua bulan sebelum omicron terjadi yaitu sekitar 35 dan setelah omicron menyerang, ternyata bertambah jadi 61 jiwa hingga pertengahan bulan ini. Ini artinya angka kematian anak akibat Covid-19 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan sebelum omicron muncul. 

Tak hanya itu, ia menyebutkan di Australia selama pandemi 2 tahun terakhir tidak ada kematian anak. Bahkan, varian delta saat menyerang tercatat belum ada kematian anak. 

Tetapi, omicron yang datang awal Desember mengakibatkan banyak kematian anak. Hampir setiap hari ada kematian anak akibat Covid-19. 

"Ini karena anak-anak yang belum divaksinasi. Selain kematian, angka anak yang masuk ruang ICU rumah sakit juga meningkat," ujarnya.

Menurutnya, kasus Covid-19 pada anak di luar negeri memberikan pesan penting ini bahwa kasus ini juga bisa terjadi di Indonesia yang kondisinya tidak jauh berbeda. Ia meminta lebih baik pemerintah mitigasi di awal.

Karena kabar baiknya, varian omicron diperkirakan tidak lama menyerang seperti delta. Tetapi kalau mitigasi tidak dilakukan, Dicky khawatir  dampaknya lebih besar. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement