Selasa 18 Jan 2022 18:11 WIB

Arteria Minta Kejati Bicara Sunda Diganti, Budayawan Ingatkan 5 Hal Ini

Pernyataan ini sangat tidak pantas diucapkan terutama oleh wakil rakyat.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Agus Yulianto
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan anggota DPR RI Arteria Dahlan, yang meminta agar Kejakgung mengganti seorang Kajati karena berbicara bahasa Sunda saat rapat, menuai kecaman banyak pihak. Banyak yang menyebut pernyataan itu berlebihan dan dapat melukai hati warga asli Sunda. 

Pengamat budaya dan juga dosen di Departemen Pendidikan Bahasa Sunda dan Prodi Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Chye Retty Isnendes, mengatakan, sebenarnya untuk menganalisis masalah ini memang membutuhkan data dan konteks yang jelas. Namun, secara etika, pernyataan seperti ini dapat menyinggung orang-orang Sunda. 

Baca Juga

"Yang pertama, saya kira secara bernegara ini sudah menyimpang dari Undang-undang Dasar 45, tentang bahasa Pasal 32. Itu kan ada dua ayat. Ayat satu bahwa negara menjamin berbudaya di antaranya. Yang kedua (ayat dua), negara menghormati menggunakan bahasa daerah, dan nanti ada penjelasannya di situ bahwa bahasa-bahasa yang dipakai, dihormati, dan dijunjung itu tanggung jawab pemerintah," jelasnya, Selasa (18/1/2022).

Dia mengingatkan bahwa bahasa daerah dan bahasa Indonesia tidak dapat dipisahkan dalam komunikasi masyarakat. "Yang kedua, dalam tatanan nasional, kita kan bukan ekabahasawan, kita itu sudah dwibahasawan, bahwa bahasa Indonesia dan daerah seperti keping uang yang tidak bisa dipisahkan," ujarnya. 

 

Catatan lainnya, dia menyebut, bahwa pernyataan ini sangat tidak pantas diucapkan terutama oleh wakil rakyat. Hal ini akan akan membuat orang Sunda merasa distereotipkan yang tidak baik. 

Chye Retty juga menuturkan bahwa usulan pemecatan Kajati seperti yang diminta Arteria ini tidak dapat dibenarkan. Terutama karena berbicara bahasa Sunda merupakan tindakan yang tidak melanggar hukum. 

"Kemudian ini jadi menimbulkan kekhawatiran kalau seperti ini. Orang yang dianggap sebagai wakil rakyat saja seperti itu pemikirannya tentang bahasa daerah, bahasa daerah apa pun, ya. Apakah tidak belajar etika ketika di forum seperti itu, agar lebih bijaksana dan mengerti bahwa kondisi bangsa kita ini sangat multikultural," tuturnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement