Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fauzan Rizqy

OPINI PRIBADI TENTANG HUKUMAN KEBIRI KIMIA HERRY WIRAWAN

Politik | Monday, 17 Jan 2022, 17:14 WIB

Belakangan ini sedang hangat diperbincangkan di seluruh media tentang kasus Herry Wirawan yang melakukan rudapaksa kepada 13 santriwati. Dalam KBBI Edisi Pertama (1988) rudapaksa berkelas kata nomina dan didefinisikan sebagai 'perbuatan yang dilakukan dengan paksa'. Namun, dalam KBBI Edisi Kedua (1991) definisi rudapaksa diubah menjadi 'kekerasan; kekejaman' dengan keterangan etimologi dari bahasa Jawa. Dikutip dari DeskJakbar dotcom, Herry Wirawan menjadi terdakwa usai memperkosa 13 santriwati. Bahkan beberapa santriwati hamil dan melahirkan. Kasus ini pun sudah masuk ke persidangan. Atas perbuatannya itu, jaksa penuntut umum menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa Herry Wirawan. Herry disebut terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 yentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Seperti diketahui, Keluarga korban pemerkosaan yang dilakukan oleh Herry Wirawan membuat laporan kepada Polda Jabar pada pertengahan 2021. Kasus tersebut terungkap sekitar bulan Mei 2021 ketika salah satu santriwati pulang kampung menjelang momen Idul Fitri. Orang tua korban merasa menemukan kejanggalan kepada putrinya yang baru pulang tersebut. Setelah diperiksa, korban diketahui dalam kondisi hamil. Setelah mendapati laporan pada 27 Mei 2021, DP3AKB Jabar dan Polda Jabar langsung turun tangan untuk menangani kasus kejahatan seksual tersebut. DP3AKB Jabar dan Polda Jabar bersama LPSK sepakat untuk membagi peran dalam penanganannya. Sementara Polda Jabar langsung menangani pidana kasus yang dilakukan oleh Herry Wirawan. Polda Jabar juga langsung menjemput para korban dari pesantren mereka di Cibiru, Kota Bandung pada Mei 2021. Saat itu ada korban yang baru empat hari melahirkan, dua lainnya dalam kondisi hamil yang saat ini keduanya telah melahirkan.

Kepolisian Daerah Jawa Barat telah menyelesaikan proses pemeriksaan dan penyelidikan sejak Oktober 2021. Berkasnya kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Bandung, persidangan kasus Herry Wirawan kini telah memasuki persidangan. Persidangan dimulai pada November 2021 dengan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Y Purnomo Suryo Adi dan berlangsung secara tertutup.

Seperti itulah kronologi yang saya dapatkan dari DeskJakbar dotcom. Kemudian atas perbuatannya diikutip dari Tribunnews, guru pesantren Herry Wirawan dituntut hukuman mati karena merudapaksa 13 santriwati. Tuntutan dibacakan langsung oleh Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulayana, di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Selasa (11/1/2022). Selain itu, Herry Wirawan juga dituntut dikebiri kimia serta membayar denda Rp 500 juta. Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menuntut hukuman kebiri dengan identitas terdakwa disebarkan untuk memberikan efek jera bagi terdakwa dan pelaku kejahatan serupa lainnya.

Apa itu kebiri kimia? Berdasarkan info yang saya dapatkan kebiri kimia adalah penggunaan obat-obatan untuk menurunkan produksi hormon di bagian testis, akibatnya libido atau hasrat seksual seseorang yang mendapatkan kebiri kimia akan menurun. Nama lain kebiri kimia dalam dunia medis adalah terapi hormon, terapi supresi androgen atau terapi depresi androgen dan metode ini biasanya digunakan untuk mengobati pasien yang mengidap kanker prostat. Mengutip Healthline, (12/1/2022), tujuan dari kebiri kimia adalah untuk menurunkan kadar hormon testosteron atau androgen pada pria. Adapun terapi ini bisa mengobati kanker yang bergantung pada hormon, seperti kanker prostat. Dengan menurunkan androgen dapat membantu memperlambat pertumbuhan kanker dan metastasis. Kebiri kimia juga dapat digunakan untuk memperlambat perkembangan kanker payudara pria.

Metode pengobatan kebiri kimia diperlukan waktu dan tidak dapat dilakukan sekali, bisa sebulan sekali bahkan setahun sekali untuk menyuntikkan obat nya pada pasien. hal itu juga tergantung obat yang digunakan dan dosisnya. Untuk kanker prostat stadium lanjut, dokter mungkin akan merekomendasikan antagonis LHRH sebagai gantinya. Mereka bekerja lebih cepat daripada agonis LHRH, tetapi tidak menyebabkan peningkatan kadar testosteron. Adapun beberapa obat tersebut yakni degarelix (Firmagon), suntikan bulanan, relugolix (Orgovyx), pil yang dikonsumsi rutin (harian).

Namun, jika dilihat dari sudut pandang HAM ternyata hukuman kebiri adalah salah satu tindakan yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). “Komnas HAM menentang kebiri kimia, karena kebiri kimia termasuk dalam bentuk penyiksaan,” kata Beka Ulung Hapsara, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM RI saat menjadi narasumber dalam Kajian terbuka. Kajian ini diselenggarakan secara daring oleh Dewan Pengurus Komisariat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) pada Jumat (29/01/2021). Beka menyampaikan bahwa kebiri kimia termasuk dalam bentuk penyiksaan, hal ini bertentangan dengan HAM. Ia menyebutkan bahwa dalam pasal 28 G ayat (2) UUD NKRI 1945: Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. Maksud dari pasal 28 G ayat (2) UUD NKRI 1945 adalah tidak membenarkan adanya warga negara Indonesia yang dikenai penyiksaan, dan/atau tindakan yang tidak manusiawi dan merendahkan derajat martabat manusia atau warga negara. Selain itu, dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, menyebutkan bahwa setiap orang berhak bebas dari penyiksaan, tegas Beka.

Dari gagasan tersebut, dapat saya simpulkan bahwa hukuman kebiri kimia adalah sebuah tindakan yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut pendapat saya pribadi saya tidak setuju dengan hukuman kebiri kimia tersebut. Jika kita lihat dari sudut pandang kelurga korban mungkin akan setuju dengan hukuman tersebut, karena salah satu anggota keluarga mereka telah menjadi korban rudapaksa ini. Tak bisa dipungkiri kita sesama manusia memiliki hati dan empati tentang hukuman yang pantas atas tindakan Herry Wirawan, maka dari itu saya berpendapat untuk menolak hukuman kebiri kimia tersebut, karena dengan hukuman penjara yang bertahun-tahun saja sudah cukup bagi mental Herry Wirawan. Dapat saya katakan seperti itu, karena dari beberapa cerita yang saya baca bahwa kehidupan di dalam buih itu tidaklah mudah. Mungkin dengan hukuman dekaman di dalam penjara bertahun-tahun sudah cukup, apalagi dengan hukuman sosial yang dia terima dari media sosial, dan lain-lain. Dengan beberapa hukuman tersebut semoga sudah membuat efek jera bagi Herry Wirawan.

Mungkin sekian saja opini dan pendapat yang dapat saya sampaikan. Kurang lebihnya mohon maaf. Sebagai warga negara yang baik saya hanya bisa berpendapat dan menerima keputusan dan ketetapan yang sudah di putuskan oleh Jaksa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image