Senin 17 Jan 2022 20:49 WIB

Jepang Bahas Status Kuasi-darurat Covid-19 untuk Tokyo

Pemerintah Jepang mulai mendiskusikan rencana status kuasi-darurat bagi Tokyo

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
 Pejalan kaki yang mengenakan masker pelindung memadati jalan di distrik mode Omotesando di Tokyo, Jepang. Pemerintah Jepang mulai mendiskusikan rencana status kuasi-darurat bagi Tokyo. Ilustrasi.
Foto: EPA-EFE/FRANCK ROBICHON
Pejalan kaki yang mengenakan masker pelindung memadati jalan di distrik mode Omotesando di Tokyo, Jepang. Pemerintah Jepang mulai mendiskusikan rencana status kuasi-darurat bagi Tokyo. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO - Pemerintah Jepang mulai mendiskusikan rencana pemberlakuan status kuasi-darurat bagi Tokyo dan daerah sekitarnya dalam pekan ini ketika kasus Covid-19 meningkat di ibu kota itu. Demikian media penyiaran FNN melaporkan, Senin (17/1/2022).

Gubernur Tokyo Yuriko Koike mengatakan pada Kamis, Tokyo akan meminta status itu jika tingkat keterisian ranjang rumah sakit bagi pasien Covid-19 meningkat jadi 20 persen. Tingkat keterisian ranjang perawatan pasien Covid-19 mencapai 19,3 persen pada Ahad.

Baca Juga

Varian omicron yang sangat menular telah mendorong kemunculan kasus Covid-19 di Jepang dan kasus baru secara nasional telah melampaui 25 ribu dalam dua hari terakhir, mendekati rekor sebelumnya. Pemerintah pada 9 Januari mengumumkan tindakan kuasi-darurat di tiga wilayah yang menampung pangkalan militer Amerika Serikat setelah wabah omicron diperkirakan meluas ke komunitas sekitarnya.

Tindakan-tindakan itu mencakup pengurangan jam buka restoran dan bar. Kuasi-darurat itu menjadi kali pertama yang diterapkan sejak September, ketika Jepang mencabut pengendalian darurat yang telah diberlakukan hampir sepanjang tahun lalu.

Koike mengatakan, pekan lalu status darurat di Tokyo akan dinyatakan jika keterisian ranjang rumah sakit meningkat jadi 50 persen. Tokyo telah mengalokasikan sekitar 6.900 ranjang perawatan Covid-19 dari sekitar 128 ribu ranjang RS di wilayah ibu kota itu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement