Jumat 14 Jan 2022 11:46 WIB

Presidensi G20 Indonesia Jangan Sampai Terpengaruh China Vs AUKUS

Pengamat menilai konflik China vs AUKUS menjadikan Indonesia sebagai negara proksi

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
 Pemandangan kapal selam serang bertenaga nuklir Inggris HMS Astute di pangkalan HMAS Stirling Royal Australian Navy di Perth, Australia Barat, Australia, Jumat (29/10). Pengamat menilai konflik China vs AUKUS menjadikan Indonesia sebagai negara proksi.
Foto: EPA-EFE/RICHARD WAINWRIGHT AUSTRALIA AND NEW
Pemandangan kapal selam serang bertenaga nuklir Inggris HMS Astute di pangkalan HMAS Stirling Royal Australian Navy di Perth, Australia Barat, Australia, Jumat (29/10). Pengamat menilai konflik China vs AUKUS menjadikan Indonesia sebagai negara proksi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia kini sedang diapit konflik antara China dengan AUKUS atau kerja sama trilateral (tiga negara) antara Australia, United Kingdom (UK/Inggris), dan United States of America (USA/Amerika Serikat). Konflik antara China dengan AUKUS telah memicu kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-9 Antonio Guterres.

Ia berpandangan konflik yang berawal dari ketegangan antara China dengan Amerika Serikat ini memiliki akhir yang lebih sulit ditebak apabila dibandingkan dengan konflik yang pernah terjadi antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Lahirnya aliansi AUKUS menandakan Amerika Serikat telah mengalihkan fokusnya dari konflik di kawasan Timur Tengah menuju kawasan Indo-Pasifik, khususnya pada Laut China Selatan.

Baca Juga

Pengamat intelijen, pertahanan, dan keamanan Ngasiman Djoyonegoro mengatakan konflik antara China dengan AUKUS menjadikan Indonesia sebagai negara proksi atau negara tempat perang pengaruh antara negara-negara yang terlibat konflik. Dugaan tersebut tergambar dengan jelas melalui letak geografis Indonesia yang berada di antara China dan AUKUS.

Situasi tersebut, menurut Simon, sapaan akrab dari Ngasiman Djoyonegoro, akan merugikan Indonesia. Selain itu, sebagai salah satu negara inisiator Gerakan Non-Blok, Indonesia menjalin kerja sama erat dengan kedua pihak yang berkonflik. "Terlebih pada 2022 Indonesia mengemban tanggung jawab Presidensi atau Keketuaan G20 dan menjadi harapan pemulihan ekonomi global," jelasnya.

Kedudukan tersebut mengakibatkan Indonesia memiliki posisi yang strategis tapi penuh akan tantangan secara bersamaan. Saat ini, kemampuan diplomasi Indonesia akan sangat memengaruhi dan menjadi kunci dalam catur perpolitikan internasional di kawasan Indo-Pasifik.

Dampak Konflik AUKUS-China

Simon berpandangan konflik AUKUS-China akan sangat memengaruhi Presidensi Indonesia di G20. Pengaruh tersebut diakibatkan oleh Australia, Inggris, Amerika Serikat, dan China yang juga merupakan negara anggota dari G20. Keempat negara tersebut, menurut Simon, pasti akan menggunakan power mereka di dalam G20 untuk memengaruhi negara anggota lainnya agar mendukung sikap dan keputusan negaranya.

Apalagi, Amerika Serikat dan China memiliki pengaruh ekonomi yang sangat kuat di tatanan perekonomian global. "Karena itu, sangat mungkin bagi keempat negara tersebut untuk menggunakan kekuatan ekonomi mereka sebagai daya tawar kepada negara-negara lain dalam memengaruhi tahapan-tahapan pembuatan kesepakatan," ungkap Simon.

Menurutnya tidak menutup kemungkinan juga bagi negara-negara tersebut untuk mengarahkan agenda G20 sesuai dengan kepentingan dari masing-masing pihak. Pengaruh tersebut dapat menjadi tantangan bagi Indonesia untuk mewujudkan tiga fokus utama pada Presidensi Indonesia di G20 yakni isu penanganan kesehatan yang inklusif, isu transformasi berbasis digital, serta isu transisi menuju energi berkelanjutan.

Tidak terbatas pada dampak konflik AUKUS-China terhadap Presidensi Indonesia di G20, konflik ini juga dapat mengancam stabilitas nasional. Apalagi, Amerika Serikat dengan China tidak ada henti-hentinya menunjukkan kecanggihan persenjataan mereka untuk menggertak dan mengintimidasi satu sama lain. Besar kemungkinan bagi Indonesia, yang secara geografis berada di antara Laut China Selatan dan Australia, menjadi negara proksi dari operasi intelijen terkait ketegangan AUKUS-China di kawasan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement