Wakil Ketua Komisi X Kritik Kebijakan Mewajibkan Siswa Ikut PTM

Dede Yusuf menyebut sepatutnya daerha tidak mewajibkan siswa ikut PTM 100 persen

Kamis , 13 Jan 2022, 23:39 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, menyebutkan, kemunculan Omicron merupakan hal yang dilematis terhadap kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM). Dia mengaku sepakat dengan kebijakan yang mewajibkan daerah untuk membuka satuan-satuan pendidikan di wilayah masing-masing, tapi tidak dengan pemaksaan terhadap peserta didik untuk melakukan PTM.
Foto: MPR
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, menyebutkan, kemunculan Omicron merupakan hal yang dilematis terhadap kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM). Dia mengaku sepakat dengan kebijakan yang mewajibkan daerah untuk membuka satuan-satuan pendidikan di wilayah masing-masing, tapi tidak dengan pemaksaan terhadap peserta didik untuk melakukan PTM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, menyebutkan, kemunculan Omicron merupakan hal yang dilematis terhadap kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM). Dia mengaku sepakat dengan kebijakan yang mewajibkan daerah untuk membuka satuan-satuan pendidikan di wilayah masing-masing, tapi tidak dengan pemaksaan terhadap peserta didik untuk melakukan PTM.

"Memaksa anak untuk masuk, itu saya tidak setuju. Tapi bahwa tidak boleh ada sekolah yang tidak buka, itu iya benar. Karena kita sudah terjadi learning loss sekian lama," ungkap Dede lewat sambungan telepon, Kamis (13/1).

Dia menyampaikan, pelaksanaan vaksinasi bagi anak-anak usia sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama memang merupakan bagian dari perlindungan terhadap para peserta didik. Tapi, kata Dede, hal yang paling aman untuk dilakukan saat ini adalah dengan tidak mewajibkan satuan-satuan pendidikan untuk melaksanakan PTM 100 persen.

"Pemerintah daerah tak perlu memaksakan terburu-buru PTM 100 persen. Bahwa tidak boleh ada yang tidak membuka sekolah, itu benar. Karena itu komitmen. Jadi kan kita tinggal memainkan gas dan rem, PTM 50 persen lagi, 70 persen lagi," jelas politikus Partai Demokrat itu.

Menurut Dede, munculnya varian baru dari Covid-19 memang membuat dilema. Sejauh ini, kata dia, terdapat daerah yang mengalami peningkatan kasus karena Omicron, tapi banyak daerah lain tidak merasakannya. Dede menyebutkan, untuk daerah yang tidak mengalami peningkatan kasus karena Omicron bisa saja tetap melaksanakan PTM penuh.

"Beberapa wilayah memang tidak merasakan apa-apa. Ya itu masuk aja. Dengan catatan, prokes harus ketat. Tapi bagi daerah, sebut saja DKI Jakarta, sebagai pintu masuk internasional yang sudah mulai ditemukan, tentu harus berhati-hati," kata Dede.

Dede kemudian mengambil pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang mengatakan kemungkinan puncak kasus Omicron akan terjadi pada awal Februari mendatang. Dede menilai, hal tersebut semestinya juga harus diantisipasi sejak saat ini, dua pekan menjelang Februari.

"Kalau dirasa 100 persen ada risiko, ya turunin jadi 70 atau 50 persen. Atau jamnya ditambah. Misal, yang 50 persen kemarin hanya tiga jam sehari, tambah jadi lima jam. Tapi tetap kapasitasnya 50 persen. Untuk sementara ya. Oni saya bicara untuk dua pekan ke depan," tutur dia.