Kamis 13 Jan 2022 19:13 WIB

YLKI Harap Pemerintah Terbitkan Aturan Minyak Sawit Khusus Dalam Negeri

YLKI menduga tata niaga minyak goreng dikuasai eksportir yang menguasai kebun sawit.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Warga antre saat operasi pasar minyak goreng murah (ilustrasi). Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengharapkan pemerintah agar dapat mengatur tata niaga minyak sawit yang dikhususkan untuk dalam negeri.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Warga antre saat operasi pasar minyak goreng murah (ilustrasi). Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengharapkan pemerintah agar dapat mengatur tata niaga minyak sawit yang dikhususkan untuk dalam negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengharapkan pemerintah agar dapat mengatur tata niaga minyak sawit yang dikhususkan untuk dalam negeri. Hal itu agar pengaruh harga internasional tidak berdampak besar kepada situasi domestik sehingga lonjakan harga yang terjadi seperti sekarang dapat dihindari.

"Menurut hemat YLKI, pemerintah harus fokus mengupayakan langkah seperti kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk pemenuhan CPO di pasar nasional. Harus ada semaca peraturan yang menyatakan kebutuhan dalam negeri harus terpenuhi terlebih dahulu," Sekretaris Pengurus YLKI, Agus Suyatno, Kamis (13/1/2022).

Baca Juga

Ia mengatakan, kebijakan itu dapat memberikan kepastian bagi perusahaan produsen minyak goreng yang tidak terintegrasi langsung dengan perkebuan sawit untuk mendapatkan harga yang lebih terjangkau.

Agus mengatakan, YLKI menduga, tata niaga minyak goreng di Indonesia dikuasai oleh segelintir perusahaan eksportir besar yang terintegrasi langsung dengan kebun sawit. Mereka yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) lahan perkebunan seharusnya dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu baru diekspor.

Selain itu, pihaknya menduga ada permainan kartel oleh segelintir perusahaan besar yang mengatur harga minyak sawit untuk ekspor dan juga diberlakukan untuk pasar dalam negeri. Menurut Agus, hal itu tidak adil bagi pasar Indonesia.

"Kita punya bahan baku tapi dijual sama dengan harga di internasional. Ini tidak diatur oleh pemerintah," ujarnya.

Sejauh ini langkah pemerintah dalam mengupayakan stabilisasi harga melalui operasi pasar minyak goreng bersubsidi seharga Rp 14 ribu per kg tidak dapat bertahan lama di saat ketidakpastian harga minyak sawit yang belum jelas kapan akan turun.

"Apakah operasi pasar ini yang diperkirakan enam bulan akan bertahan lama? lalu setelah itu apakah BPDPKS akan terus memberikan dananya untuk subsidi? Ini kan menjadi pertanyaan seluruh konsumen," ujarnya.

Dengan kata lain, Agus mengatakan langkah semacam operasi pasar hanya memberikan efek jangka pendek. Harga dapat turun secara cepat namun dapat kembali melonjak dalam waktu singkat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement