Kamis 13 Jan 2022 11:19 WIB

Kemenkeu Yakin Pembiayaan Utang 2022 akan Lebih Rendah

Kemungkinan tersebut didasarkan pada penerimaan APBN 2021 yang sangat kuat.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Logo Kementerian Keuangan. Kemenkeu meyakini pembiayaan dari utang pada 2022 akan lebih rendah dari target.
Foto: Facebook Kementerian Keuangan RI
Logo Kementerian Keuangan. Kemenkeu meyakini pembiayaan dari utang pada 2022 akan lebih rendah dari target.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meyakini kebutuhan pembiayaan utang anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 akan lebih rendah dari target sebesar Rp 973,6 triliun. Hal ini sejalan pengelolaan utang yang dilakukan secara hati-hati oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR)

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, kemungkinan tersebut didasarkan pada penerimaan APBN 2021 yang sangat kuat, sehingga trennya akan berlanjut pada tahun ini, bahkan akan lebih kuat.

Baca Juga

"Jadi jangan khawatir karena pada 2022 utang akan tetap terkendali," ujar Febrio dalam sebuah webinar, Kamis (13/1/2022).

Selain itu, menurutnya, terdapat kebijakan burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) melalui surat keputusan bersama (SKB) II dan III yang berdampak pada biaya bunga yang dibayar pemerintah.

"Jadi kelihatan sekali koordinasi antara fiskal dengan moneter selama beberapa tahun ini, dan ini tentunya merupakan kebiasaan yang sangat baik kita bisa melihat kondisi ekonomi yang sama. Nah ini juga akan berdampak pada 2022," kata Febrio.

Dari sisi lain, terdapat pula Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang akan berisi berbagai reformasi perpajakan yang memicu peningkatan pendapatan negara. Dia mengungkapkan seluruh upaya tersebut telah berhasil mengurangi kebutuhan pembiayaan utang pada 2021 secara signifikan sekitar Rp 200 triliun.

Implikasinya, bunga utang pada 2021 sudah menurun sekitar puluhan triliun dibanding dengan target APBN, sehingga tren yang sama akan terjadi pada tahun ini. Kendati demikian, Febrio tak memungkiri masih terdapat beberapa risiko global yang harus diwaspadai, mulai dari pengurangan pembelian obligasi Bank Sentral AS, tingginya inflasi dunia, hingga perlambatan perekonomian beberapa negara.

"Itu akan tetap menjadi risiko yang kami kelola, sehingga kami siap mengantisipasi risiko itu," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement