Kamis 13 Jan 2022 06:39 WIB

Pakar: Keberadaan Fraksi di DPR Juga Dipersoalkan MK 

Pada pembentukan peraturan perundangan Indonesia sistem ini (fraksi) juga merusak.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menanggapi pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah terkait usulan penghapusan fraksi di DPR. Menurut Bivitri, keberadaan fraksi di DPR juga dipermasalahkan oleh Mahkamah Konsitusi (MK). 

"Saya juga ingin mengutip, bahkan putusan mahkamah konsitusi Indonesia yang sebenarnya juga sudah mempermasalahkan ini. Kenapa MK mempermasalahkannya? Karena ternyata sudah terbukti ini empirik, pada pembentukan peraturan perundangan Indonesia sistem ini juga merusak," kata Bivitri dalam webinar, Rabu (12/1).

Dia mencontohkan, salah satunya terjadi dalam proses pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja. Ketika itu, ada dua fraksi yang tidak setuju, yaitu fraksi Partai Demokrat dan PKS. Namun, ketika ketua fraksi mengatakan 'ya', maka dianggap semua anggota fraksi sudah setuju. 

"Bahkan dalam pertemuan-pertemuan ataupun rapat komisi kah, atau pansus, panja, baleg, yang dihitung sembilan (fraksi), bukan jumlah anggota. Ada misalnya 1 komisi 50 orang rata-rata, apa mesti nunggu kuorumnya itu sampai 50 atau 40? Tidak," jelasnya.

"Kalau ada sembilan orang datang, atau tujuh orang datang, tapi tujuh orang itu mewakili tujuh fraksi, sudah dianggap kuorum. Artinya apa? Rapat bisa jalan. Apakah ini demokratis? Tidak, dan ini sangat lazim sayangnya," imbuhnya.

Menyikapi usulan Partai Gelora tersebut, pendiri Pusat Studi hukum dan Kebijakan (PSHK) itu mendorong, agar cara pengambilan keputusan di DPR itu harus diubah. Caranya adalah dengan mengubah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 

"Jadi ibaratnya kalau kita minta diuji untuk ke MK, maka jelas sekali di dalam UUD 1945 tidak disebut-sebut soal fraksi karena kita bicara kedaulatan rakyat," ungkapnya. 

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement