Selasa 11 Jan 2022 12:46 WIB

Sekolah Swasta Pusing Banyak Kehilangan Guru, Seleksi PPPK Tahap II Diminta Dievaluasi

Pengelola sekolah swasta mengeluhkan banyaknya guru mereka yang keluar mengikuti PPPK

Rep: Mas Alamil Huda, Meiliza Laveda/ Red: Mas Alamil Huda
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta seleksi tahap II penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk guru honorer  dievaluasi.
Foto: Istimewa
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta seleksi tahap II penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk guru honorer dievaluasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Seleksi tahap II penerimaan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) untuk guru honorer memunculkan persoalan baru. Pengelola sekolah swasta di Tanah Air mengeluhkan banyaknya guru mereka yang keluar karena mengikuti seleksi PPPK tahap II. 

“Kami berharap ada evaluasi total terkait pelaksanaan seleksi PPPK guru karena dari tahap pertama hingga tahap II ada hal-hal yang tidak diantisipasi dengan baik sehingga pelaksanaannya kerap memicu protes dari banyak kalangan, utamanya para guru honorer sendiri,” kata Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Selasa (11/1/2021). 

Baca Juga

Dia menjelaskan, pada seleksi tahap pertama PPPK banyak diprotes karena dinilai tidak ramah dengan guru honorer senior, passing grade ujian kompetensi yang terlalu tinggi, hingga minimnya sosialisasi terkait penanggung jawab gaji dan tunjangan para guru honorer saat lulus seleksi. Situasi tersebut memicu kegaduhan hingga muncul penundaan hasil seleksi. 

“Ternyata fenomena protes ini kembali terulang pada seleksi tahap II karena muncul migrasi besar-besaran dari guru honorer yang selama ini mengajar di sekolah swasta ke sekolah negeri karena lolos seleksi tahap II PPPK guru,” katanya. 

Keikutsertaan guru honorer di swasta untuk ikut seleksi PPPK guru, kata Huda, sebenarnya tidak menyalahi aturan. Kendati demikian, harusnya ada afirmasi dalam seleksi PPPK guru ini agar para guru honorer di sekolah-sekolah negeri lebih dulu bisa lolos sebagai aparatur sipil negara (ASN).

“Para guru honorer di swasta harus diakui rata-rata mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik karena gaji mereka ditanggung oleh yayasan pendidikan yang relatif lebih mapan. Bahkan rata-rata dari mereka telah ikut sertifikasi guru yang mendapatkan poin tinggi saat ikut seleksi PPPK guru,” katanya. 

Lolosnya seleksi para guru honorer dari sekolah swasta ini, kata Huda, memunculkan persoalan baru terkait distribusi mereka di sekolah-sekolah negeri. Menurut dia, setelah lolos seleksi PPPK para guru honorer menyandang status ASN dan harus memenuhi kebutuhan tenaga pengajar di sekolah-sekolah negeri. 

“Masalahnya banyak kasus di sekolah-sekolah negeri ini ada guru honorer yang kebetulan tidak lolos seleksi. Lalu, bagaimana para guru honorer sekolah negeri ini harus ditempatkan ketika ada guru honorer baru dari swasta yang lolos seleksi PPPK dan ditempatkan di sekolah mereka,” katanya. 

Gelombang besar keikutsertaan para guru swasta dalam seleksi PPPK guru ini, Huda melanjutkan, juga memusingkan para pengurus yayasan pendidikan. Ia mengaku mendapat keluhan banyak pengurus yayasan penyelenggara pendidikan yang ditinggal para guru-guru mereka untuk ikut seleksi PPPK guru dan bermigrasi ke sekolah-sekolah negeri. 

“Persoalan ini tidak diantisipasi dengan baik karena mindset penyelenggara seleksi PPPK guru masih memandang kualitas sebagai tolok ukur utama untuk menentukan lolos tidaknya guru honorer dalam seleksi PPPK guru,” katanya. 

Politikus PKB ini mengingatkan Kemendikbudristek, Kemenpan RB, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) bahwa seleksi sejuta guru honorer menjadi PPPK tidak semata untuk meningkatkan kualitas guru. Lebih dari itu, seleksi sejuta guru honorer menjadi PPPK adalah untuk memastikan kesejahteraan para guru honorer yang selama bertahun-tahun menjadi tulang punggung penyelenggaraan pendidikan di berbagai sekolah negeri di pelosok Tanah Air.

“Seleksi PPPK untuk sejuta guru honorer bukan semata karena keinginan untuk meningkatkan kualitas guru tetapi lebih dari itu program tersebut merupakan bagian dari afirmasi untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer yang telah mengabdi puluhan tahun. Oleh karena itu, sekali lagi kami minta ada evaluasi menyeluruh sebelum pelaksanaan seleksi tahap III PPPK guru,” ujar Huda.

 

Swasta kehilangan guru

Global Islamic School (GIS) di Jalan Condet Raya, Jakarta Timur, mengaku harus kehilangan puluhan guru karena mengikuti seleksi PPPK. Kepala Bagian Humas GIS, Nurul Huda, mengatakan, guru-guru tersebut undur diri dari jabatannya untuk mengikuti seleksi PPPK.

“Pemilik sekolah tidak memiliki prinsip memecat orang. Bahkan, semua karyawan yang performanya kurang, kami tidak langsung pecat atau dirumahkan. Kami beri mereka pelatihan atau dipindahkan ke divisi lain,” kata Nurul di GIS kepada Republika.co.id, Senin (10/1/2022).

Nurul menyebut GIS tidak membatasi kesempatan berkarya para guru. Namun, mereka harus mematuhi ketentuan yang berlaku selama bekerja di GIS, salah satunya tidak mengikuti tes penerimaan karyawan, baik di instansi negeri maupun swasta lain. Ketentuan ini sudah tercantum dalam perjanjian kedua pihak. Para guru boleh mengikuti PPPK atau program pendaftaran lain tetapi harus paham konsekuensinya.

Direktur Perguruan GIS, Ida Halya, menyebut jumlah guru yang mengikuti PPPK adalah 22 orang yang terdiri dari 11 orang sudah diterima dan sisanya tidak diterima serta masih menunggu penempatan. Mayoritas dari mereka berasal dari guru SD kelas akhir. Kabar soal ikut serta guru dalam PPPK sudah tercium sejak 22 Desember lalu.

“Kami panggil mereka, kami sampaikan bahwa Bapak dan Ibu telah melakukan pendaftaran PPPK dan ada konsekuensinya. Setelah itu ada desakan orang tua secara resmi dan tidak resmi,” kata Ida.

Akhirnya, pihak sekolah menerapkan win-win solution. Sebab, para guru memang memiliki hak untuk undur diri dan pihak sekolah mendukungnya dengan cara apa pun seperti dukungan kebutuhan surat. 

“Proses undur diri sudah selesai untuk 20 orang, sisa dua orang. Sebenarnya kami berat melakukan ini tetapi ini jalan terbaik demi menjamin proses belajar anak-anak agar tidak terganggu di tengah jalan,” ujar dia.

Dalam situs Kemdikbudristek, PPPK adalah program yang ditujukan untuk warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu dan diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Dalam PPPK, ada lima kategori guru yang bisa mendaftar.

Pertama, guru honorer THK-II, mereka yang terdaftar dalam database eks tenaga kerja honorer di Badan Kepegawaian Negara (BKN). Kedua, guru honorer yang masih aktif mengajar di sekolah negeri di bawah kewenangan pemerintah daerah (pemda) dan terdaftar sebagai guru di Daftar Pokok Pendidikan (Dapodik) Kemendikbudristek.

Ketiga, guru yang masih aktif mengajar di sekolah swasta dan terdaftar sebagai guru di Dapodik Kemendikbudristek. Terakhir, Lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang belum menjadi guru dan terdaftar di database lulusan pendidikan profesi guru Kemendikbudristek.

Ida berharap pemerintah ke depannya mengkaji ulang terkait ketentuan PPPK supaya tidak merugikan banyak pihak dan tepat sasaran. Sebab, masalah ini tidak hanya terjadi di GIS, sekolah swasta lain juga merasakan hal serupa.

“Pemerintah perlu meninjau lagi program PPPK karena ini membuat banyak sekolah swasta menjerit. Ini seperti bedol desa, banyak guru yang meninggalkan sekolah. Kami mendukung program pemerintah tetapi perlu diulas lagi agar lebih tepat sasaran,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement