Selasa 11 Jan 2022 09:00 WIB

BMKG: Anomali Iklim ENSO Masih di Fase La Nina

Tingginya hujan akibat anolami iklim berpeluang timbulkan bencana hidrometeorologi.

Banjir rob akibat fenomena La Nina mengakibatkan sejumlah wilayah serta ruas jalan di Kota Banjarmasin tergenang. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Bayu Pratama S
Banjir rob akibat fenomena La Nina mengakibatkan sejumlah wilayah serta ruas jalan di Kota Banjarmasin tergenang. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan, anomali iklim El Nino-Southern Oscillation (ENSO) di Samudera Pasifik, diprediksikan akan masih berada di fase La Nina. Anomali dengan intensitas moderate ini berlangsung pada semester pertama 2022 dan akan kembali Netral pada semester kedua.

Sementara itu, anomali iklim Indian Ocean Dipole (IOD) di Samudera Hindia diprediksikan akan berada pada kondisi netral pada periode tersebut. Plt. Deputi Klimatologi Urip Haryoko dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa menyampaikan informasi BMKG dalam Climate Outlook, Prediksi Musim dan iklim bulanan dapat digunakan sebagai acuan dalam antisipasi dampak keadaan iklim 2022 terhadap kegiatan sektoral.

Baca Juga

"Di antaranya, sektor pertanian, sektor kehutanan, sektor pekerjaan umum, sektor pariwisata, sektor kesehatan, dan sektor kebencanaan," paparnya.

Untuk sektor pertanian, dia menjelaskan, pemerintah daerah dan masyarakat dapat mengatur pola tanam. Hal itu pun sesuai dengan ketersediaan air, memilih komoditas dan varietas sesuai dengan prediksi iklim, upaya adaptasi lebih fokus dan tepat lokasi.

"Untuk wilayah yang diprediksi kering dapat menyediakan air melalui sumur pompa, dam parit, embung, 'longstorage'," katanya.

Sedangkan untuk yang diprediksi lebih basah, lanjut dia, dapat menyiapkan sistem drainase yang baik, dan menekan kehilangan hasil pertanian akibat kekeringan atau serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).

Sektor lainnya seperti sektor kehutanan, Urip menambahkan, potensi kelimpahan air hujan dapat dimanfaatkan untuk mendukung aktivitas penanaman pohon dan reboisasi. "Demikian pula untuk kebencanaan hidrometeorologi kekeringan dengan tetap menjaga kesiagaan, potensi karhutla pun tidak terlalu tinggi," katanya.

Untuk sektor kebencanaan, dia menyampaikan, tingginya curah hujan berpeluang menimbulkan bencana hidrometeorologi di wilayah Sumatra bagian tengah, Kalimantan bagian utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua. "Bencana di sektor kesehatan juga perlu diperhatikan," katanya. 

Meningkatnya curah hujan juga turut meningkatkan populasi nyamuk. Sehingga, dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit demam berdarah dengue.

Maka itu, dia mengatakan, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) menjadi hal yang wajib dilakukan selama musim penghujan agar tidak menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah. Sementara itu, suhu muka laut di bagian timur wilayah Indonesia diprediksikan hangat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement