Senin 10 Jan 2022 17:27 WIB

Saham Blue Chip Lesu, IHSG Terpangkas di Akhir Perdagangan

Meski bergerak di zona hijau, IHSG ditutup turun 0,15 persen pada Senin.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Petugas membersihkan lantai di depan layar indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (3/1/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona merah pada perdagangan awal pekan ini, Senin (10/1/2022).
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Petugas membersihkan lantai di depan layar indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (3/1/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona merah pada perdagangan awal pekan ini, Senin (10/1/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona merah pada perdagangan awal pekan ini, Senin (10/1/2022). IHSG mayoritas bergerak di zona hijau namun menjelang akhir perdagangan turun ke level 6.691,12 atau melemah 0,15 persen. 

Pelemahan IHSG ini utamanya disebabkan tekanan pada saham-saham blue chip yang tercermin dalam indeks LQ45. Sepanjang hari ini, indeks LQ45 mayoritas bergerak di zona merah dan berakhir dengan penurunan sebesar 0,60 persen. 

Baca Juga

Aksi beli investor asing hari ini bahkan gagal membuat IHSG bertahan di teritori positif. Saham-saham blue chip yang terpangkas cukup dalam hari ini antara lain EMTK, TLKM, TOWR, ADRO, BUKA hingga PGAS. 

Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan penurunan IHSG mendapat pengaruh dari sentimen kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, The Fed. "Pasar saham tertekan oleh kekhawatiran bahwa bank sentral AS akan menaikkan suku bunga acuan paling cepat bulan Maret," kata Phillip Sekuritas dalam risetnya, Senin.

Menurut riset, investor merasa terkejut minggu lalu setelah notulen rapat kebijakan Federal Reserve (Fed Minutes) memperlihatkan para pejabat the Fed berkeyakinan pasar tenaga kerja AS sudah cukup sehat, sehingga tidak membutuhkan lagi suku bunnga super rendah dan berbagai macam bantuan stimulus moneter lainnya.

Keyakinan ini di perkuat oleh rilis data Non-Farm Payrolls (NFP) akhir pekan lalu yang memperlihatkan laju pertumbuhan upah yang lebih cepat dari perkiraan, meskipun jumlah penambahan tenaga kerja jauh lebih rendah dari jumlah pada bulan November.

Dana Moneter Internasional (IMF) memberi peringatan ekonomi negara berkembang (Emerging Markets) harus bersiap menghadapi kenaikan suku bunga acuan di AS karena dapat memicu aliran dana keluar dan depresiasi nilia tukar mata uang di kalangan Emerrging Markets. 

Lebih lanjut, IMF mengatakan negara Emerging Markets yang mempunyai beban utang yang tinggi, eksposure terhadap valuta asing yang besar serta nilai Neraca Berjalan yang rendah telah mengalami peningkatan volatilitas pada pergerakan nilai tukar mata uang mereka.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement