Senin 10 Jan 2022 17:12 WIB

PKB: Persetujuan Seksual tak Bisa Diatur dalam RUU TPKS

RUU TPKS dinilai berfokus pada payung hukum korban kekerasan seksual.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ilham Tirta
Luluk Nur Hamidah.
Foto: luluk nur hamidah/ dokumentasi pribadi
Luluk Nur Hamidah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luluk Nur Hamidah menanggapi usulan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang ingin memasukkan aturan terkait persetujuan seksual atau sexual consent ke dalam rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Menurutnya, hal tersebut tak diperlukan dalam RUU tersebut.

"Saya tidak bicara tentang apakah perlu diatur atau tidak diatur yang terkait suka sama suka karena memang tempatnya bukan di sini," ujar Luluk dalam diskusi daring, Senin (10/1).

Baca Juga

RUU TPKS, kata Luluk, berfokus pada pemberian payung hukum dan keadilan bagi korban kekerasan seksual. Bukan malah mengatur privasi seksual seseorang. "Kalau misalkan ada yang memandang itu perlu diatur silakan kemudian itu diajukan sebagai sebuah inisiatif," ujar Luluk.

Sekretaris Fraksi PKS DPR, Ledia Hanifa mengatakan, RUU TPKS berpotensi melegalkan kebebasan seksual. Karenanya, ia berharap RUU tersebut juga mengatur ihwal kebebasan dan penyimpangan seksual.

"Kita di PKS melihat bahwa harus dilihat bahwa ketika kemudian RUU TPKS hanya membahas kekerasan, tetapi tidak menjerat kebebasan dan penyimpangan seksual," ujar Ledia.

Ia menjelaskan, dalam kekerasan seksual, terdapat penyimpangan seksual yang malah sudah diatur dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang justru belum disahkan. "Ketika bicara RUU TPKS ini agar tidak bermakna sexual consent, maka ada solusi yang ditawarkan, yaitu sama-sama kita sahkan bareng dengan KUHP yang sudah di-carry over dari periode lalu," ujar Ledia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement