Sabtu 08 Jan 2022 17:08 WIB

Melihat Peluang dan Potensi IPO BUMN di 2022

Respons pasar terhadap IPO perusahaan pelat merah di 2022 lebih baik dari tahun lalu

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden Joko Widodo meresmikan pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2022. Peluang BUMN serta anak usahanya untuk melaksanaan penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO) pada 2022 dinilai masih terbuka lebar. Respons pasar terhadap perusahaan pelat merah diperkirakan akan lebih baik dibanding tahun lalu
Foto: ANTARA/BPMI-Muchlis Jr
Presiden Joko Widodo meresmikan pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2022. Peluang BUMN serta anak usahanya untuk melaksanaan penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO) pada 2022 dinilai masih terbuka lebar. Respons pasar terhadap perusahaan pelat merah diperkirakan akan lebih baik dibanding tahun lalu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peluang BUMN serta anak usahanya untuk melaksanaan penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO) pada 2022 dinilai masih terbuka lebar. Respons pasar terhadap perusahaan pelat merah diperkirakan akan lebih baik dibanding tahun lalu 

Kepala Riset Reliance Sekuritas Alwin Rusli mengatakan pada tahun lalu respons pasar terhadap IPO BUMN cenderung variatif. Berdasarkan paltform e-IPO, apresiasi yang cukup besar terlihat pada IPO PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL). 

"Terakhir yang paling besar adalah MTEL dimana para investor berharap terjadi apresiasi terhadap harga sahamnya, namun bergerak cenderung stagnan hingga saat ini," kata Alwin kepada Republika, Sabtu (8/1/2022). 

Meski demikian, menurut Alwin, pergerakan harga saham MTEL yang stagnan imi masih lebih baik dibanding dengan emiten lain yang baru saja IPO. Harga yang stagnan menunjukkan harga yang disajikan dipasar mendekati harga wajar dari emiten tersebut.

Kepala Riset Praus Kapital, Alfred Nainggolan, mengatakan IPO masih akan menjadi kebutuhan bagi para holding BUMN dan anak usahanya untuk mendanai ekspansi dalam fase pemulihan ekonomi. Apalagi saat ini kondisi penyaluran kredit perbankan masih berjalan lambat. 

"Artinya pendanaan di pasar saham bisa jauh lebih siap dan paling cepat. Dan saya melihat masih banyak anak usaha BUMN yang masih menarik dari sisi sektor dan juga perrformanya," kata Alfred. 

Namun di sisi lain, Alfred melihat minat pelaku pasar terhadap perusahaan BUMN atau anak usahanya cukup menurun. Saat ini, pasar banyak melihat performa saham anak usaha BUMN yang sudah listing jauh berada di bawah harga IPO. 

Penurunan minat tersebut salah satunya disebabkan penanganan permasalahan BUMN yang dinilai belum memuaskan. Selain itu, frekuensi pergantian manajemen yang sering dilakukan oleh kementrian juga menjadi sentimen negatif. 

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mendorong BUMN dan anak usahanya untuk go public. Erick telah memulai IPO BUMN atau anak usahanya secara bertahap pada tahun ini.

Menjelang akhir 2021, beberapa anak usaha BUMN sudah mulai melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk resmi tercatat di BEI pada 22 November lalu melalui IPO dengan raihan dana segar mencapai Rp18,79 triliun. 

PT Adhi Commuter Properti Tbk juga baru saja menggelar IPO. Anak usaha PT Adhi Karya Tbk ini melepas sebanyak 8,01 miliar lembar saham dan membidik dana segar antara Rp 1,04 triliun hingga Rp 1,6 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement