Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hamdani

Jangan Sampai Kemiskinan Membuatmu Melupakan Allah

Agama | Friday, 07 Jan 2022, 19:35 WIB
Lokasi Foto: Dayah Shiratal Mustaqim Mishrul Muarrif Al Aziziyah Banda Aceh (Komar/KBA)

Setiap orang pasti menginginkan hidup di dunia dalam keadaan berkecukupan bahkan ingin memiliki banyak harta atau kaya raya. Sebaliknya, tidak ada satu orang manusia pula (jika ditanya) mau hidup dalam kemiskinan atau fakir andai saja mereka tidak beriman kepada Allah.

Mengapa kemiskinan ada kaitannya dengan kemiskinan?

Dalam kenyataan sekarang, kehidupan kebanyakan manusia di dunia saat ini berada dalam kemiskinan. Di negara kita sendiri jumlah masyarakat miskin mencapai 12 persen. Angka yang relatif besar. Apalagi sejak pandemi Covid-19 mencengkeram Indonesia, jumlah rakyat miskin pun bergerak naik di beberapa daerah.

Bagi sebagian orang memandang kemiskinan sebagai sebuah azab atau posisi kehinaan. Padahal keadaan miskin itu disisi Allah adalah ujian yang ditakdirkan padanya.

Dengan memosisikan kemiskinan sebagai sesuatu yang menghinakan dan datangnya dari Allah, maka mereka cenderung mengutuk dirinya bahkan mencaci maki Tuhan. Inilah akibat tidak memiliki keimanan yang memadai dalam melihat persoalan kemiskinan.

Ketahuilah! Allah telah membagikan harta kekayaan milik-Nya di antara pada hamba-hamba Nya dengan ketentuan yang adil dan sesuai dengan keadaan dan kemuliaan mereka. Allah swt. berfirman yang artinya:

“Katakanlah: Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Saba (34): 36).

Orang yang belum terbangun keimanan dalam hatinya akan mengira bahwa rezeki yang didapatkan adalah bukti kemuliaan dirinya dari Allah swt. yang diberikan kepadanya.

Begitu juga sebaliknya, bahwa rezeki yang dijauhkan darinya adalah bukti kehinaan dirinya dari Allah swt. sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah swt. yang artinya;

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: Tuhanku telah memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: Tuhanku menghinakanku.” (QS. Al-Fajr (89): 15-16).
Seandainya Allah swt. membuat semua hamba-Nya kaya raya, niscaya mereka akan melampui batas. Begitu pula seandainya Dia membuat semua hamba-Nya miskin, niscaya mereka akan binasa.

Maha Suci Allah yang melapangkan dan menyempitkan rezeki atas semua makhluk berdasar hikmahnya yang begitu luas. Jadi, keadaan hidup yang terbaik adalah keadaan yang telah dipilihkan Allah swt. untuk hamba-Nya.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Demikianlah, Kami telah menguji sebagian mereka (orang yang kaya) dengan sebagian yang lain (orang yang miskin), agar mereka (orang yang kaya itu) berkata, "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah?" (Allah berfirman), "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang mereka yang bersyukur (kepada-Nya)?" (QS. Al-An'am 6: Ayat 53).

Sesungguhnya kemuliaan kemiskinan tersebut juga disinggung oleh Rasulullah dalam beberapa riwayatnya, diantaranya adalah riwayat yang artinya; “Orang-orang fakir masuk syurga lima ratus tahun lebih setengah hari sebelum orang kaya.” (HR. At-Tirmidzi).

Rasulullah Saw telah menjelaskan beberapa keutamaan orang-orang miskin dan fakir dibandingkan orang kaya terutama nilai ibadah yang diperoleh dari Allah SWT apabila mereka ikhlas, tawakal, dan ridha dengan pemberian Allah atas dirinya. Yakni disediakan didalam surga nantinya sebuah mahligai yang mana tidak pernah diberikan kepada orang-orang kaya.

Anas bin Malik ra menceritakan bagaimana pandangan Rasulullah SAW terhadap orang-orang fakir melalui sebuah hadits yang panjang.

"Orang-orang fakir mengutus utusan Rasulullah saw lantas ia berkata: "Wahai Rasulullah, saya adalah utusan orang-orang fakir kepadamu".

Beliau bersabda, "selamat datang untukmu dan orang-orang yang mengutus kamu, kamu datang dari tengah-tengah kaum yang dicintau Allah".

Utusan itu berkata: "Wahai Rasulullah, orang-orang fakir itu: "Sesungguhnya orang-orang yang kaya bisa mengerjakan semua amal kebaikan. Mereka bisa berhaji sedangkan kami tidak mampu bersedeqah; dan apabila mereka sakit, mereka bisa memberikan kelebihan hartanya sebagai simpanan".

Rasulullah Saw lantas bersabda: "Sampaikanlah kepada orang-orang fakir bahwa barangsiapa yang sabar di antara kamu dan ia ikhlas, maka ia akan mendapatkan tiga kelebihan yang tidak akan didapatkan oleh orang-orang kaya.

Kelebihan yang pertama yaitu bahwa didalam surga ada satu kamar yang terbuat dari yaqut yang merah dimana penghuni surga akan melihat kamar itu sebagaimana penghuni dunia ini melihat bintang-bintang; yang mana kamar itu tidak akan dimasuki kecuali oleh nabi, orang mati syahid yang fakir, dan orang fakir yang mukmin.

Kedua; orang-orang fakir itu akan masuk surga sebelum orang-orang yang kaya masuk sekitar setengah hari, yaitu kira-kira 500 tahun dimana di dalam surga itu mereka bersuka ria sekehendak hati; dan Nabi Sulaiman as bin Daud as akan masuk surga sekitar 40 tahun setelah para nabi masuk, karena kerajaan yang Allah karuniakan kepadanya.

Ketiga yaitu apabila orang-orang yang fakir mengucapkan Subhanallahi wal hamdulillahi walaa ilaaha illallaahu wallaahu akbar dengan ikhlas dan orang yang kaya juga mengucapkan bacaan yang serupa maka orang yang kaya itu tidak dapat mengejar orang yang fakir, meskipun orang yang kaya itu bersedeqah 10.000 dirham; demikian pula pada semua kebaikan."

Kemudian utusan itu kembali ke tengah-tengah mereka lantas memberitahukan hal itu kepada mereka, lantas mereka berkata:

"Wahai Tuhan, kami mereka puas; wahai Tuhan, kami merasa puas". (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image