Jumat 07 Jan 2022 23:49 WIB

YAICI Lanjutkan Edukasi Gizi Perbaikan Pola Makan Balita di 2022

YAICI lewat program G21H biasakan anak mengonsumsi makanan bergizi

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan YAICI adalah organisasi yang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memberikan bekal berupa edukasi gizi dan kesehatan anak. Ia menyebut dasar dari generasi yang produktif itu adalah anak yang secara fisik sehat dan tumbuh kembang optimal.
Foto: istimewa
Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan YAICI adalah organisasi yang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memberikan bekal berupa edukasi gizi dan kesehatan anak. Ia menyebut dasar dari generasi yang produktif itu adalah anak yang secara fisik sehat dan tumbuh kembang optimal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak awal berdiri pada 2017 yang lalu, hingga saat ini, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) telah menjangkau lebih dari 50 ribu masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. YAICI mengedukasi masyarakat perihal gizi anak dan pola konsumsi keluarga sebagai upaya pencegahan stunting dan gizi buruk.

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan YAICI adalah organisasi yang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memberikan bekal berupa edukasi gizi dan kesehatan anak. Ia menyebut dasar dari generasi yang produktif itu adalah anak yang secara fisik sehat dan tumbuh kembang optimal.

"Caranya adalah dengan memberi anak gizi yang cukup dan menghindarkan anak dari asupan yang tinggi kandungan gula garam lemak. Anak-anak yang cukup gizi, fisiknya akan sehat, tumbuh kembang otak optimal dan saat usia dewasa nanti akan menjadi generasi yang unggul,” jelas Arif.

Lebih lanjut, Arif menegaskan mempersiapkan generasi masa depan yang unggul adalah cara permanen untuk memutus rantai kemiskinan di Indonesia. “Selama ini kita selalu beralasan kemiskinan, lalu di beri bantuan sosial, isinya beras, minyak, mie instan, gula, kopi dan susu kental manis. Kalau saya bilang ini nggak akan mengubah keadaan, anak-anak dari keluarga miskin yang mengkonsumsi bansos-bansos seperti ini dimasa depannya besar kemungkinan akan tetap berada di lingkaran kemiskinan. Sebab, intervensi seperti ini hanya untuk menghilangkan lapar, tapi tidak memberi asupan pada otak, tidak mempengaruhi perkembangan otak. Maka tidak heran mereka tidak akan pernah bersaing di pasar global, mereka akan sulit memasuki dunia white collar,” pungkas Arif. 

Oleh karena itu, bersama lembaga yang dikelolanya, YAICI dan juga dengan dukungan mitra kerja seperti PP Aisyiyah, PP Muslimat NU dan HIMPAUDI, Arif menggagas model edukasi yang tidak hanya sekedar memberikan informasi, namun juga membiasakan masyarakat melakukan hal-hal baik yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. 

“Sejak akhir 2021, kami mulai menggagas program Gerakan 21 Hari (G21H) untuk membiasakan anak mengkonsumsi makanan bergizi. Hasilnya, dari 30 peserta (ibu dan anak), hanya 2 anak yang gagal. Sisanya, sebanyak 28 peserta akhirnya bisa terlepas dari kebiasaan makan yang buruk. Kini anak dengan sadar menghindari asupan makanan yang tinggi gula garam lemak, dan mau mengkonsumsi makanan minuman yang kaya akan protein, serat dan vitamin,” beber Arif.

Tahun ini, YAICI akan melanjutkan program pendampingan G21H ini agar dapat memberi dampak yang lebih luas lagi bagi masyarakat dan masa depan anak-anak. 

Melly Amaya Kiong, Founder Komunitas Menata Keluarga sekaligus praktisi mindful parenting yang mendampingi pelaksanaan program memberikan apresisasi atas program G21H . “Kolaborasi konsep Mindful Parenting dengan pendampingan oleh kader selama 21 hari, memonitoring perubahan-perubahan anak, ini ternyata bisa mewujudkan kebiasaan makan yang baik pada balita adalah sesuatu yang baru. Kedepannya, metode ini dapat diterapkan untuk membentuk kebiasaan-kebiasaan baik pada anak dan keluarga,” jelas Melly.

Nyai, orang tua dari  Arka (usia 2 tahun) mengaku keluarganya mengalami banyak perubahan sejak mengikuti program pendampingan G21H ini. “Arka dulu mengkonsumsi susu kental manis tiga kali sehari, sekarang sudah lepas dari kebiasaan konsumsi susu kental manis. Arka juga terlihat lebih sehat dan ceria, makan lebih teratur dan banyak minum air putih. Di awal program memang terasa sulit, tapi lama-kelamaan aktivitas ini jadi menyenangkan. Semoga ibu-ibu lain yang mengalami problem seperti saya dapat berkesempatan mengikuti program ini,” harap Nyai. 

Sementara Lina Marlina kader yang mendampingi keluarga Nyai juga berharap G21H dapat dilanjutkan dengan menyasar lebih banyak masyarakat. Ia menyebut kegiatan ini sangat bermanfaat karena sesungguhnya parenting adalah ilmu yang tidak diajarkan di bangku sekolah, namun dari pengalaman.

"Melalui program ini, selaku kader sayapun ikut belajar, menata kembali keluarga supaya menjadi lebih harmonis. Selain itu, materi edukasi yang digunakan sangat membantu sehingga mendorong kreatifitas kita sebagai orangtua memberikan edukasi tanpa harus memaksa dan menghakimi, melainkan dengan penuh kasih syg dan keceriaan,” jelas Lina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement