Sabtu 08 Jan 2022 01:41 WIB

Dorong Pajak Digital, Pemerintah Harus Sosialisasi dan Pengawasan Rutin

Pemerintah perlu membekali petugas pajak dengan pengetahuan terkait industri digital.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Pemerimaan pajak digital. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menunjuk 94 pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau perusahaan digital untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sampai 31 Desember 2021.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Pemerimaan pajak digital. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menunjuk 94 pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau perusahaan digital untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sampai 31 Desember 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menunjuk 94 pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau perusahaan digital untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sampai 31 Desember 2021. Ekonom Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia Ajib Hamdani meminta pemerintah dapat menyosialisasikan pajak sektor digital kepada para pelaku usaha. 

“Memastikan para pelaku usaha menjalankan kewajibannya dengan benar perihal pengenaan pajak digital, sehingga dipahami bersama apa saja yang menjadi implikasi dari penerapan ini,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (7/1/2022).

Baca Juga

Menurutnya pemerintah juga perlu melakukan pengawasan serta membekali petugas pajak di lapangan dengan pengetahuan perihal proses bisnis industri digital tersebut.

Sementara itu Ekonom CORE Center of Reform on Economics (CORE)  Yusuf Rendy menambahkan saat ini upaya yang dilakukan DJP terkait pajak sektor digital yaitu pengenaan pajak penghasilan badan terutama penghasilan penyedia jasa digital asing. Indonesia sebenarnya telah mempunyai UU No 2 Tahun 2020 yang mengatur tentang pengenaan pajak bagi perusahaan yang tidak terdaftar di Indonesia. 

“Seperti yang kita tahu beberapa perusahan digital asing tidak sepenuhnya mempunyai perusahaan fisik di Indonesia,” ucapnya.

Menurutnya UU ini, juga mengatur memberlakukan sebuah pajak transaksi elektronik atau electronic transaction tax (ETT) terhadap penjualan langsung atau penjualan melalui marketplace. 

“Keinginan pemerintah untuk mengenakan PPh badan pada perusahaan digital juga bisa berdampak pendapatan pajak di negara asal perusahan digital,” ucapnya.

Yusuf menyebut pemerintah negara tersebut tentu tidak akan setuju dan berpotensi menganggap pengenaan pajak ini sebagai langkah unilateral . Jika benar ini langkah ini dikategorikan ke dalam upaya berlawanan dengan prinsip perjanjian pajak atau tax treaty yang diikuti Indonesia dan juga negara-negara lain. 

“Saat ini, OECD sebenarnya tengah merancang kerangka kerja untuk pengenaan pajak penghasilan badan perusahaan digital. Mengawal apa yang dilakukan OECD inilah yang kemudian perlu dilakukan oleh Indonesia dan negara berkembang lain (yang punya kepentingan dalam penerapan pajak badan untuk perusahaan digital). Indonesia juga bisa mendorong agenda ini, dalam KTT G20 tahun ini,” ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement