Jumat 07 Jan 2022 10:52 WIB

Angka Perceraian di Kota Tangerang pada 2021 Meningkat 14 Persen

Jumlah cerai gugat tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan cerai talak.

Rep: Eva Rianti/ Red: Erik Purnama Putra
Pengadilan Agama (PA) Tangerang mencatat, tingkat perceraian di Kota Tangerang sepanjang 2021 sebanyak 3.545 perkara atau naik 14 persen dibandingkan tahun 2020 dengan jumlah 3.041 perkara.
Foto: Foto : MgRol112
Pengadilan Agama (PA) Tangerang mencatat, tingkat perceraian di Kota Tangerang sepanjang 2021 sebanyak 3.545 perkara atau naik 14 persen dibandingkan tahun 2020 dengan jumlah 3.041 perkara.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Pengadilan Agama (PA) Tangerang mencatat, tingkat perceraian di Kota Tangerang sepanjang 2021 sebanyak 3.545 perkara. Angka tersebut mengalami peningkatan sekitar 14 persen dibandingkan tahun 2020 dengan jumlah 3.041 perkara.

"Rata-rata setiap tahun angka perceraian meningkat sekitar 10 persen. Tahun 2021 jumlahnya mencapai 3.545 perkara dari total perkara yang ditangani Pengadilan Agama Tangerang 4.564 perkara, jadi memang didominasi oleh perkara perceraian," ujar Panitera Muda Permohonan PA Tangerang, Irvan Yunan kepada Republika di Kota Tangerang, Provinsi Banten, Jumat (7/1).

Baca Juga

Perkara perceraian tersebut meliputi cerai gugat atau yang dilayangkan oleh istri sebagai penggugat sebanyak 2.678 perkara, dan cerai talak atau yang dilayangkan oleh suami sebagai pemohon sebanyak 867 perkara. Dengan kata lain, cerai gugat hampir tiga kali lipat dibandingkan talak yang diajukan suami.

Irvan mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan tingginya perceraian di Kota Tangerang. Berdasarkan data laporan perkara, faktor perceraian yang paling tinggi adalah perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, kemudian faktor ekonomi. Disusul faktor meninggalkan salah satu palang, juga ada yang akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), murtad, poligami, dan dipidana atau dihukum penjara.

"Faktor penyebab yang paling tinggi adalah perselisihan, lalu ekonomi. Namun, faktor perselisihan itu di dalamnya ada faktor ekonominya juga," kata Irvan.

Menurut Irvan, kondisi pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020, turut memberi pengaruh terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Hal itu mengakibatkan timbulnya perselisihan dalam rumah tangga, hingga akhirnya ada yang di antaranya lebih memilih bercerai.

"Pandemi menjadi salah satu penyebab perselisihan, terutama ekonomi ya, mungkin banyak istri yang enggak dinafkahi, pendapatan kan sangat berpengaruh," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement