Jumat 07 Jan 2022 10:05 WIB

Kejakgung: Kerugian Negara dari Korupsi LPEI Lebih dari Rp 2,6 Triliun

Kejagung telah menetapkan lima tersangka korupsi LPEI.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Muhammad Hafil
Kejagung: Kerugian Negara dari Korupsi LPEI Lebih dari Rp 2,6 Triliun. Foto: Korupsi (ilustrasi)
Foto: republika
Kejagung: Kerugian Negara dari Korupsi LPEI Lebih dari Rp 2,6 Triliun. Foto: Korupsi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengumumkan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mencapai Rp 2,6 triliun. Namun nilai kerugian tersebut belum mencatatkan angka pasti, karena diyakini, nilai kerugian negara dalam kasus itu, bakal bertambah. Pada Kamis (6/1) penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menetapkan lima orang tersangka terkait kasus tersebut.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Leonard Ebenezer Simanjuntak mengungkapkan, kelima tersangka tersebut adalah, Josef Agus Susanta (JAS), Suyono (S), Arif Setiawan (AS), Ferry Sjaifullah (FS), dan Johan Darsono (JD). “Kelima tersangka resmi dilakukan penahanan. Tiga tersangka (AS, FS, dan JD) dilakukan penahanan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Dan dua tersangka (JAS, dan S) dilakukan penahanan di Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” begitu kata Ebenezer, Kamis (6/1).

Baca Juga

Ebenezer menjelaskan, AS ditetapkan sebagai tersangka selaku Direktur Pelaksana IV, dan Komite Kelayakan LPEI 2016. FS ditetapkan tersangka selau Kepala Divisi Pembiyaan UKM LPEI 2015-2018. JAS, ditetapkan tersangka selaku Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) LPEI Surakarta 2016. JD, ditetapkan tersangka selaku Direktur PT Mount Dreams Indonesia (MDI). Sedangkan JD, ditetapkan tersangka selaku Direktur PT Jasa Mulia Indonesia (JMI), PT Mulia Walet Indonesia (MWI), dan PT Borneo Walet Indonesia (BWI).

Kelima tersangka, kata Ebenezer, sementara ini penyidik jerat dengan sangkaan korupsi memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang berujung pada kerugian negara seperti dalam Pasal 2 Undang-undang (UU) Tipikor 31/1999-20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Penyidik, juga menebalkan sangkaan Pasal 3 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. “Dari perhitungan sementara oleh penyidik terkait kasus ini, kurang lebih Rp 2,6 triliun. Tetapi saat ini, masih dilakukan penghitungan nilai pasti kerugian negara oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), ” terang Ebenezer menambahkan.

Terkait kasus dugaan korupsi di LPEI ini, pada November 2021 lalu, tim penyidikan di Jampidsus-Kejakgung, juga sempat menetapkan tersangka. Saat itu, penyidik menetapkan total delapan orang tersangka. Delapan tersangka itu, para pejabat di LPEI, termasuk seorang pengacara, dan pelaku swasta. Namun, tersangka awalan waktu itu, bukan terkait dengan tindak pidana korupsinya. Melainkan, terkait dengan penghalang-halangan penyidikan kasus korupsi, dan aksi para saksi kasus yang kerap mangkir untuk diperiksa.

Para tersangka penghalang-halangan penyidikan itu, antara lain; mantan Direktur Pelaksana UKM dan Asuransi Penjaminan LPEI 2016-2018 Indrawijaya Supriadi (IS), dan Novelis Hendrawan (NH) mantan Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis (ARB)-II LPEI 2017-2018. Eko Mardiasto (EM), yang ditetapkan sebagai mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) LPEI Makassar 2019-2020. Creisa Ryan Gara Sevada (CRGS), yang ditetapkan tersangka selaku mantan Relationship Manager Divisi Unit Bisnis LPEI 2015-2020 Kanwil Surakarta. 

Tersangka awalan lainnya, Deputi Bisnis LPEI 2016-2018 kanwil Surakarta, Amri Alamsyah (AA). Dan Mugi Lestiadi (ML), yang ditetapkan tersangka selaku mantan Kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI, serta Rizki Armando Riskomar (RAR), tersangka pegawai manager risiko PT BUS Indonesia. Terakhir Didit Wijayanto Wijaya (DWW) yang ditetapkan tersangka dari kalangan pengacara lantaran menjadi pihak yang menginisiasi para saksi untuk mangkir, dan menolak pemeriksaan di Jampidsus.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement