Jumat 07 Jan 2022 05:30 WIB

Toleransi Islam, Garansi Ottoman untuk Yahudi, dan Pengakuan Orientalis

Islam meletakkan dasar dan praktik toleransi bagi peradaban dunia

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Islam meletakkan dasar dan praktik toleransi bagi peradaban dunia.  (ilustrasi)
Foto: google.com
Islam meletakkan dasar dan praktik toleransi bagi peradaban dunia. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Islam memberikan penghargaan terhadap prinsip toleransi. Bahkan, kaum non-Muslim menikmati toleransi yang begitu besar di bawah aturan penguasa Muslim. 

Pengakuan ini disampaikan orientalis Barat, Sir Thomas Walker Arnold dalam The Preaching of Islam A History of Propagation of the Muslim Faith. 

Baca Juga

Padahal, di saat yang sama, Eropa masih belum mengenal toleransi sama sekali. Barat baru menyemarakkan tenggang rasa antar dan internal umat beragama belakangan ini pada zaman modern. 

Lebih lanjut, Sir Thomas mengungkapkan, ketika berabad-abad lamanya dinasti-dinasti Muslim berkuasa, banyak sekte Kristen yang dibiarkan hidup, berkembang, dan bahkan dilindungi aturan negara. Amat jarang kasus persekusi yang dilakukan orang Islam terhadap komunitas non-Muslim. 

Menurut orientalis Inggris tersebut, keyakinan yang diajarkan Alquran, Tidak ada paksaan dalam agama berperan amat penting. 

Reza Shah-Kazemi melalui karyanya, The Spirit of Tolerance in Islam, mengemukakan beberapa dinasti yang menunjukkan pentingnya toleransi dalam peradaban Islam. 

Ambil contoh Kekhalifahan Abbasiyah yang mempersembahkan kepada peradaban dunia Bait al-Hikmah. Perpustakaan itu dibesarkan Sultan Harun al-Rasyid di Baghdad. Di dalamnya, berlangsung kegiatan-kegiatan ilmiah, mulai dari penerjemahan teks-teks asing ke dalam bahasa Arab hingga riset dan observasi. 

Sang sultan mengedepankan prinsip toleransi dan meritokrasi di atas identitas. Buktinya, dia mengangkat I'yan Syu'ubi, seorang Persia yang anti- Arab, sebagai kepala perpustakaan. Hal itu disinggung Prof Abdul Hadi WM dalam Cakrawala Budaya Islam. 

Tidak sedikit pula orang Yahudi yang bekerja sebagai penerjemah teks-teks Yunani Kuno ke bahasa Ibrani dan Arab di Bait al-Hikmah. Ada juga sarjana-sarjana dari India yang aktif berkontribusi di sana. Contoh lainnya dari makna toleransi ala Islam ditunjukkan Ottoman dari Turki. 

Baca juga : Jual Beli Spirit Doll, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Reza mengutip pendapat beberapa sejarawan yang menyatakan, selama hampir tujuh abad (1280-1924), Kesultanan Ottoman menjadi negeri yang amat multikultural dan multiagama. Di dalamnya, pelbagai komunitas beda agama dan budaya hidup berdampingan, bekerja sama, dan saling toleran satu sama lain. 

Rumah-rumah ibadah kaum Muslim, Kristen, dan Yahudi berdiri berdekatan. Demikian pula dengan pusat-pusat studi masing-masing pemeluk agama. Kemajemukan itulah yang memperkaya khazanah dan peradaban negeri ini. 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement