Kamis 06 Jan 2022 21:55 WIB

Legislator Golkar Dukung Kebijakan Pemerintah Antisipasi Pemadaman Listrik

Penghentian ekspor batubara diharapkan tak berdampak pada bisnis multinasional.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Lamhot Sinaga (kanan) bersama Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto (kiri).
Foto: Istimewa
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Lamhot Sinaga (kanan) bersama Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi VII DPR Lamhot Sinaga mendukung keputusan pemerintah terkait larangan ekspor batu bara pada 1 hingga 31 Januari 2022. Menurutnya, keputusan yang diambil Kementerian ESDM ini sebagai antisipasi pemadaman listrik besar-besaran.

"Kita mendukung langkah pemerintah yang mengantisipasi pemadaman listrik besar-besaran jika tidak mendapat pasokan batubara," kata Lamhot dalam keterangan, Kamis (6/1).

Baca Juga

Ia menambahkan, pemerintah menyampaikan hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan total daya sekitar 10.850 Mega Watt (MW) terancam padam jika pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tak dipasok perusahaan batu bara. Anggota Fraksi Partai Golkar ini menilai ada sejumlah persoalan di internal PLN yang mengakibatkan kondisi ini terjadi.

Pertama, ketidakmampuan PLN dalam negosiasi bisnis dan membangun kerja sama dengan perusahaan batubara secara jangka panjang. Kedua, Jetty (dermaga batubara) PLTU PLN yang sering rusak, sehingga tidak bisa menerima vessel atau tongkang pengangkut batubara. Lamhot menilai meskipun ini krisis PLTU lokal, namun bisa mempengaruhi pasokan listrik nasional.

Ketiga, perubahan cuaca yang tidak diantisipasi dapat memengaruhi transportasi batubara atau penggalian batubara di tambang. Hal ini berdampak pada pasokan batu bara yang berkurang. Kondisi penurunan pasokan batubara ke PLN ini sudah pernah dialami pada 2008, 2018 bahkan 2021 lalu, namun tidak ada proses pembelajaran di PLN.

Lamhot menilai, dengan adanya anak usaha PLN yang fokus mengurus pasokan batubara PT PLN Batubara, seharusnya PLN mampu mengelola pasokan batubara untuk kebutuhan pembangkitnya. Lamhot menduga internal PLN tidak memiliki kendali sampai ke anak usahanya, atau dengan kata lain, birokrasi berjalan sendiri-sendiri.

Lamhot berharap penghentian ekspor batubara ini tidak berdampak pada bisnis multinasional di industri lain. Terutama tidak merusak hubungan baik dengan negara yang sudah memiliki komitmen atau kontrak pembelian batubara dari perusahaan di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement