Senin 03 Jan 2022 22:17 WIB

Ancaman Inflasi Tinggi pada 2022

Sejumlah kebijakan telah mulai diarahkan pada kenaikan inflasi tahun depan.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Fuji Pratiwi
Ilustrasi Inflasi. Inflasi pada 2022 bisa mencapai batas atas target pemerintah 2-4 persen.
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Inflasi. Inflasi pada 2022 bisa mencapai batas atas target pemerintah 2-4 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inflasi pada 2022 bisa mencapai batas atas target pemerintah 2-4 persen. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyampaikan hal tersebut menilai dampak dari beragam kebijakan pemerintah.

"Dengan beragam kebijakan pemerintah, bukan tidak mungkin angka inflasi bisa menyentuh batas atas proyeksi inflasi kami, yaitu empat persen pada 2022," kata Yusuf kepada Republika, Senin (3/1).

Baca Juga

Pemerintah mulai memiliki intensi untuk meningkatkan tingkat inflasi pada 2022. Per Desember 2021, Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi bulanan naik 0,57 persen dan 1,87 persen secara tahunan, tertinggi sejak pandemi.

Sejumlah kebijakan telah mulai diarahkan pada kenaikan inflasi tahun depan. BPS menilai kenaikan inflasi menjadi tolak ukur pulihnya perekonomian dari sisi daya beli masyarakat.

Yusuf menilai, untuk mengukur dengan daya beli masyarakat, data inflasi harus disandingkan dengan beberapa data. Misalnya data indikator utama seperti misalnya seperti data Indeks Penjualan Riil, Indeks Kepercayaan Konsumen, dan juga PMI Manufaktur.

Menurutnya, ketiga indikator tersebut menunjukkan tren kenaikan setidaknya sampai dengan kuartal IV 2021. Sehingga angka inflasi yang meningkat di bulan Desember dinilai bisa mengkonfirmasi perbaikan daya beli masyarakat terutama di kuartal IV jika dibandingkan kuartal II tahun 2021.

"Jika dilihat dari konteks pandemi pun, kondisi inflasi tertinggi sepanjang pandemi juga bisa menjadi indikasi awal mulai membaiknya daya beli masyarakat," kata Yusuf.

Namun demikian, hal ini juga perlu dilihat dari rilis data-data lain terutama di tahun ini, seperti data pengangguran dan kemiskinan. Jika data ini menunjukkan adanya angka penurunan dibandingkan tahun lalu, maka dapat semakin menguatkan argumen terkait perbaikan daya beli.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement