Senin 03 Jan 2022 19:39 WIB

Mengapa Manusia Berbeda-beda Sikapi Nikmat Allah SWT?

Manusia berbeda-beda sikapi nikmat yang diberikan Allah SWT

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Manusia berbeda-beda sikapi nikmat yang diberikan Allah SWT. Bersujud (ilustrasi).
Foto: Reuters
Manusia berbeda-beda sikapi nikmat yang diberikan Allah SWT. Bersujud (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Terdapat tiga  macam manusia dalam menyikapi pemberian dari Allah ﷻ.

Dalam Kitabnya, Al-Hikam, Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Athaillah As Sakandari menjelaskan dalam menghadapi nikmat Allah, manusia terbagi tiga. 

Baca Juga

Pertama, orang yang gembira dengan nikmat, bukan karena melihat siapa yang memberikannya, tetapi semata-mata karena kelezatan nikmat itu yang memuaskan hawa nafsunya. Maka, dia termasuk orang yang lalai atau ghafil. 

Menurut tokoh sufi yang lahir di Iskandariah (Mesir) pada 648 H/1250 M itu,  orang macam ini sesuai dengan firman Allah ﷻ:  

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS Al Anam ayat 44).        

Kedua, lanjut Ibnu Athaillah dalam salah satu karya tasawufnya yang paling sepanjang masa itu, orang yang gembira dengan nikmat karena dia merasa bahwa nikmat itu adalah karunia yang diberikan Allah ﷻkepadanya. Orang ini sesuai dengan firman-Nya: 

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

“Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus ayat 48).         

Sedangkan yang ketiga adalah orang yang hanya bergembira dengan Allah ﷻ, bukan karena karunia-Nya. Dia tidak terpengaruh kelezatan lahir dan batin nikmat itu karena dia hanya sibuk memperhatikan Allah ﷻ sehingga ia tercukupi dari segala hal selain-Nya.

Dengan demikian, kata Ibnu Atha’illah, tidak ada yang terlihat padanya, kecuali Allah ﷻ. Orang ini sesuai dengan firman-Nya: 

قُلِ اللَّهُ ۖ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ

 "Katakanlah, 'Hanya Allah', kemudian biarkan mereka dalam kesibukan mereka berkecimpung (main-main)." (QS Al Anam ayat 91)

Penjelasan dari kitab Al-Hikam ini kemudian dijelaskan lagi mantan Grand Syekh Al-Azhar Mesir, Syekh Abdullah Asy-Syarqawi. Dalam syarahnya, dia menjelaskan bahwa golongan pertama penerima nikmat Allah ﷻ itu seperti hewan yang makan dan minum tanpa mengingat Tuhannya.

“Setiap kali mereka diberi nikmat maka kelalaiannya terus bertambah dan mereka tidak pernah bersyukur kepada Allah ﷻ. 

Akibatnya, Allah  akan menyiksa mereka dengan tiba-tiba,” jelas Syekh Abdullah dikutip dari buku “Al-Hikam: Kitab Tasawuf Sepanjang Masa” terbitan Turos Pustaka.

Golongan kedua, keadaan mereka pun masih kurang sempurna karena masih menoleh ke arah nikmat itu dan masih merasa bahagia dengannya. Dia masih merasa senang dengan nikmat kendati dia mengetahui bahwa nikmat itu bersumber dari Allah ﷻ.

Sedangkan golongan ketiga, menurut Syekh Abdullah, mereka hanya bergembira dengan Allah ﷻ, bukan dengan karunia-Nya. Mereka tidak terdorong untuk menikmati kelezatan lahir nikmat itu. Mereka juga tidak pernah menganggap bahwa wujud nikmat itu adalah bukti perhatian dan pertolongan Allah ﷻ kepada mereka.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement