Ahad 02 Jan 2022 16:57 WIB

Realisasi DMO Adaro Capai 27 Persen

Adaro selama ini sudah mematuhi peraturan ketentuan pemenuhan batubara dalam negeri.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Fuji Pratiwi
Aktivitas bongkar muat batubara di area pertambangan PT Adaro Indonesia di Tabalong, Kalimantan Selatan. Realisasi DMO Adaro pada 2021 mencapai 27 persen.
Foto: Antara/Prasetyo Utomo
Aktivitas bongkar muat batubara di area pertambangan PT Adaro Indonesia di Tabalong, Kalimantan Selatan. Realisasi DMO Adaro pada 2021 mencapai 27 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Adaro Energy Tbk mencatat realisasi Domestic Market Obligation (DMO) sepanjang 2021 sebesar 27 persen.

Head Of Coorporate Communication Adaro, Febriati Nadira, mengatakan, perusahaan selalu patuh terhadap apapun kebijakan pemerintah dan mendukung penuh industri dalam negeri.

Baca Juga

"Untuk 2021, DMO Adaro sekitar 11,1 juta ton. Realisasi penjualan domestik pada bulan Januari - Oktober 2021 sebesar 9,69 juta ton. Dengan tambahan penjualan di November dan Desember 2021, maka estimasi total penjualan batu bara domestik pada 2021 adalah 27 persen," ujar Nadira kepada Republika, Ahad (2/1).

Pemerintah melalui Kementerian ESDM tepat pada malam pergantian tahun, Sabtu (31/12) melarang seluruh perusahaan batubara untuk melakukan ekspor. Kebijakan ini berlaku pada 1 Januari hingga 31 Januari 2022.

Menanggapi hal ini, Nadira mengatakan, Adaro selama ini sudah mematuhi peraturan ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) serta memenuhi kebutuhan dan pasokan batu bara untuk dalam negeri merupakan prioritas Adaro.

"Memenuhi kebutuhan dan pasokan batu bara untuk dalam negeri merupakan prioritas Adaro," tegas Nadira.

Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara melarang seluruh perusahaan batubara di dalam negeri untuk ekspor. Aturan ini berlaku dari 1 Januari 2022 hingga 31 Januari 2022.

Melalui dokumen dari Dirjen Minerba tertulis kebijakan ini dilakukan karena defisitnya pasokan batubara untuk sektor kelistrikan. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Ridwan Djamaludin menjelaskan hingga 31 Desember 2021 PLN mengalami krisis pasokan batubara.

"Kondisi pasokan batubara saat ini untuk PLN dalam posisi kritis dan sangat rendah. Sehingga, kondisi ini menganggu operasional PLTU yang akan berdampak pada sistem kelistrikan nasional," tulis Ridwan yang dikutip, Sabtu (1/1) dini hari.

Karena alasan tersebut, Ridwan menetapkan untuk semua PKP2B, Pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUPK untuk tidak melakukan ekspor batubara. "Para pemilik kontrak dilarang melakukan penjualan batubara ke luar negeri sejak tanggal 1 januari hingga 31 januari 2022," tulis Ridwan.

Selain itu, kata Ridwan, semua produksi yang ada wajib dipasok ke PLN dan IPP untuk menjamin pasokan batubara aman. Bagi batubara yang sudah di pelabuhan muat atau di kapal diwajibkan untuk segera dikirimkan ke PLTU milik PLN Grup dan IPP.

"Pelarangan ekspor ini akan dievaluasi dan ditinjau kembali berdasarkan realisasi pasokan batubara untuk PLTU Grup PLN dan semua IPP," ujar Ridwan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement