Sabtu 01 Jan 2022 22:50 WIB

Silsilah Istanbul Jadi Pusat Kaligrafi

Seni kaligrafi diadopsi oleh orang Turki selama periode Dinasti Ottoman.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Pengunjung melihat kaligrafi Ali di Masjid Hagia Sophia, di distrik bersejarah Sultanahmet di Istanbul,
Foto: AP /Emrah Gurel
Pengunjung melihat kaligrafi Ali di Masjid Hagia Sophia, di distrik bersejarah Sultanahmet di Istanbul,

IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Meskipun seni kaligrafi bukan berasal dari Turki, popularitasnya masih ada hingga sekarang. Seni kaligrafi diadopsi oleh orang Turki selama periode Dinasti Ottoman. Dalam bahasa Turki, kaligrafi bernama hüsn-i hat yang berarti garis-garis indah yang ditulis dengan pena buluh menggunakan tinta.

Kaligrafi muncul pada abad ke-6 dan ke-10. Pertama kali dikenal sebagai tulisan Arab yang digunakan oleh orang Arab, seni kaligrafi menjadi populer dalam dunia Islam setelah beberapa abad.

Penelitian tentang peninggalan Arab yang berasal dari abad sebelum Islam mengungkapkan bahwa sistem penulisan Arab merupakan kelanjutan dari aksara Nebat yang aslinya terkait dengan aksara Fenisia. Setelah menyebar di Makkah dan Madinah, aksara Arab mulai dikenal dengan nama Jazm dan terbagi menjadi dua gaya utama, yaitu aksara Maʾil dan Mashq. Pada periode selanjutnya, kaligrafi mendapat kemajuan besar di Kufah, Irak dan gaya kaligrafi bernama Kufi.

Gaya Kufi populer digunakan selama periode Dinasti Abbasiyah. Pada era ini, perdana menteri dan kaligrafer Ibnu Mukle dari Bagdad berperan penting dalam kemajuan seni kaligrafi. Dia mengembangkan sistem yang menentukan garis-garis utama tulisan dengan upaya dan inovasinya. Saat Abbasiyah runtuh, popularitas kaligrafi jatuh di tangan para kaligrafer Turki dan Iran.

Kaligrafi Iran menganut gaya Khalifah Abbasiyah Yaqut al-Musta'simi yang menyempurnakan dan mengkodifikasikan enam gaya kaligrafi dasar tulisan Arab yang disebut aklam-ı sitte. Sementara kesultanan Ottoman mendirikan sekolah yang sulit dijangkau dalam kaligrafi.

Bapak Kaligrafi Ottoman pada abad ke-16, Syekh Hamdullah membawa gaya kaligrafi dasar tulisan Arab yang berbeda. Ini terdiri dari kaligrafi Tawqi‘, Reqa, Muhaqqaq, Reyhani, Thuluth dan Naskhi. Selama masa hidupnya, Thuluth dan Naskhi menyebar dengan cepat karena cocok untuk selera Turk.

Hanya gaya Naskhi yang mulai digunakan dalam penulisan mushaf atau salinan tertulis Alquran. Pada paruh kedua abad ke-17, Hafız Osman menyaring gaya Syekh Hamdullah dan mengembangkan gaya kaligrafinya yang unik. Selain dua tokoh itu, kaligrafer Turki lain yang menciptakan sekola penulisan kaligrafi dan berkontribusi pada pengembangan bentuk seni kaligrafi di tanah Anatolia adalah Ahmed Karahisari, Mustafa Rakım, Mahmut Celaleddin Efendi, Yesarizade Mustafa Izzet Efendi, dan Mustafa Izzet.

Dilansir Daily Sabah, Sabtu (1/1), setelah ahli kaligrafi dari Dinasti Ottoman membawa seni kaligrafi ke tingkat tertinggi, Istanbul menjadi pusat kaligrafi. Fakta ini diterima di seluruh dunia Islam. Dalam pepatah umum disebutkan “Alquran diturunkan di Hijaz, dibacakan di Mesir dan ditulis di Istanbul.” Semua orang bergegas ke Istanbul untuk belajar seni kaligrafi. Karya kaligrafi terbesar yang dihasilkan dapat dilihat di Museum Istana Topkap dan Museum Seni Turki dan Islam.

Para ahli kaligrafi Turki umumnya memproduksi alat-alat mereka sendiri, termasuk kertas tempat mereka menulis, pena yang terbuat dari buluh keras dan tinta yang dibuat dari kayu pinus yang dibakar, dan minyak biji rami. Kaligrafi tradisional dapat ditulis di atas kertas atau kulit atau pada batu, marmer, kaca, dan kayu. Baru-baru ini, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menghormati kaligrafi Turki yang indah dengan menambahkannya ke Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement