Sabtu 01 Jan 2022 17:00 WIB

Taiwan Desak China Kekang Aksi Petualangan Militer

Taiwan selalu menyebut China tidak berhak berbicara atas namanya

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mendesak China mengekang aksi petualangan militernya. Ilustrasi.
Foto: AP/Chiang Ying-ying
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mendesak China mengekang aksi petualangan militernya. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mendesak China mengekang aksi “petualangan” militernya. Saat ini hubungan kedua belah pihak sedang dibekap ketegangan tinggi dalam beberapa tahun terakhir.

“Kita harus mengingatkan pihak berwenang Beijing untuk tidak salah menilai situasi dan mencegah ekspansi internal ‘petualangan militer’,” kata Tsai dalam pidato tahun barunya yang disiarkan langsung di Facebook pada Sabtu (1/1), dikutip laman TRT World.

Baca Juga

Tsai menekankan militer bukan solusi untuk menyelesaikan perselisihan antara Taipei dan Beijing. Sebab konflik militer bakal berdampak besar pada stabilitas ekonomi. “Kedua pihak kita bersama-sama memikul tanggung jawab untuk menjaga perdamaian serta stabilitas regional,” ujarnya.

Sementara itu, dalam pidato tahun barunya yang disampaikan pada Jumat (31/12), Presiden China Xi Jinping mengatakan reunifikasi lengkap tanah air adalah aspirasi yang dimiliki oleh rakyat di kedua sisi Selat Taiwan. Pernyataannya mengisyaratkan komitmen Beijing untuk tetap menarik Taipei sebagai bagian dari wilayah dan kekuasaannya.

Sebelumnya China sudah menyatakan siap menjegal upaya Taiwan jika ia nekat menapaki jalan menuju kemerdekaan. Beijing memprediksi provokasi Taiwan dan intervensi asing atas isu kemerdekaannya akan meningkat pada 2022.

“Jika pasukan separatis di Taiwan yang mencari kemerdekaan memprovokasi, mengerahkan kekuatan, atau bahkan menerobos garis merah, kami harus mengambil tindakan drastis,” kata juru bicara Kantor Urusan Taiwan China Ma Xiaoguang dalam konferensi pers pada Rabu (29/12) dikutip laman the Straits Times.

Ma mengungkapkan China bersedia untuk mencoba yang terbaik untuk mencapai reunifikasi damai dengan Taiwan. Namun Beijing tak segan bertindak jika ada “garis merah” kemerdekaan dilanggar. Dia menyebut provokasi kelompok pro-kemerdekaan dan intervensi asing dapat meningkat tajam serta lebih intens dalam beberapa bulan mendatang. “Tahun depan, situasi Selat Taiwan akan menjadi lebih kompleks dan parah,” ujarnya.

Taiwan sudah berulang kali menyatakan bahwa ia adalah negara merdeka dengan nama Republik China. Taiwan selalu menyebut China tidak pernah memerintahnya dan tidak berhak berbicara atas namanya. Namun sebaliknya, China mengklaim Taiwan sebagai bagian yang tak terpisah dari teritorialnya. Hal itu membuat hubungan kedua belah pihak dibekap ketegangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement