Kamis 30 Dec 2021 14:44 WIB

Harga Minyak Goreng Bakal Disubsidi Rp 4.000 per Liter?

Saat ini pemerintah masih membahas skema subsidi menggunakan dana BPDPKS.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Seorang pengunjung berjalan di samping rak minyak goreng kemasan di toko ritel modern (ilustrasi). Pemerintah berencana mensubsidi harga minyak goreng pada tahun 2022.
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Seorang pengunjung berjalan di samping rak minyak goreng kemasan di toko ritel modern (ilustrasi). Pemerintah berencana mensubsidi harga minyak goreng pada tahun 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Perekonomian menyampaikan, kebijakan subsidi minyak goreng pada tahun depan menggunakan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) masih dalam tahap pembahasan. Pemerintah masih mencari skema yang efektif agar subsidi yang diberikan tepat sasaran.

Deputi Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kemenko Perekonomian, Musdalifah, mengatakan, pemerintah mencari skema terbaik juga agar implementasi pemberian subsidi dapat terlaksana dengan baik dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Baca Juga

"Saya belum bisa sampaikan seperti apa mekanismenya karena kita mencari skema paling baik yang bisa terimplementasi di lapangan," kata Musdalifah dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (30/12).

Adapun harga minyak goreng subsidi pun belum ditentukan. Namun, pemerintah bersama produsen minyak goreng dan pengusaha ritel saat ini telah menyiapkan 11 juta liter minyak goreng kemasan sederhana seharga Rp 14 ribu per liter.

 

Harga itu, di bawah rata-rata harga pasar saat ini yang tembus lebih dari Rp 18 ribu per liter. Jika harga tersebut juga nantinya bakal diterapkan ke dalam program minyak goreng subsidi, tentunya akan ada selisih sekitar Rp 4.000 per liter yang nantinya menjadi gambaran besaran subsidi.

"Harga itu beda signifikan sehingga kita harus memastikan minyak goreng murah betul-betul bisa dinikmati masyarakat," kata Musdalifah.

Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan, penggunaan dana BPDPKS salah satunya karena telah mengantongi dana pungutan ekspor sawit yang tinggi pada tahun ini. Itu merupakan dampak dari tingginya harga minyak sawit (CPO) sehingga dana pungutan ikut meningkat.

Ia mengatakan, kenaikan harga CPO saat ini memang berdampak negatif kepada konsumen karena harga minyak goreng sebagai salah satu produk turunannya menjadi mahal. Namun di sisi lain, memberikan peningkatan nilai tukar petani (NTP) kelapa sawit sehingga diharap memberikan kesejahteraan.

"Harga tanda buah segar (TBS) sawit sekarang juga sekitar Rp 2.800-Rp 3.000 per kilogram. Ini dinikmati masyarakat (petani) tapi kita juga akan melakukan operasi pasar dan BPDPKS akan mensubsidi harga minyak goreng untuk masyarakat," ujar dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement