Kamis 30 Dec 2021 14:27 WIB

Kisah Syuraih Al-Qadhi Nyatakan Anaknya Bersalah di Pengadilan

Syuraih terkenal sebagai hakim di masa awal Islam.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Kisah Syuraih Al-Qadhi Nyatakan Anaknya Bersalah di Pengadilan
Foto: MgIt03
Kisah Syuraih Al-Qadhi Nyatakan Anaknya Bersalah di Pengadilan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syuraih bin Al-Qadhi adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal sebagai hakim di masa awal Islam. Dia lahir pada tahun 42 sebelum hijrah dan biasa dipanggil Abu Umayyah.

Ia termasuk ulama besar. Saat menjadi hakim, Syuraih pernah memenangkan suatu kaum dalam perkara yang berselisih dengan anaknya sendiri.

Baca Juga

Syuraih diminta anaknya itu untuk memutuskan suatu perkara yang sedang diperselisihkan. "Jika saya yang terbukti benar, maka saya tidak akan mengajukan mereka ke meja hijau. Sedangkan jika saya terbukti bersalah, maka saya tidak akan mengajukan perkara ini ke pengadilan," demikian perkataan anak Syuraih, dikutip dari Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah karya Syaikh Muhammad Sa'id Mursi.

Setelah itu, anaknya menyampaikan duduk perkaranya kepada Syuraih. Lalu Syuraih berkata, "Pergi dan temuilah mereka dan ajukanlah perkaramu ini ke pengadilan."

Namun, nyatanya Syuraih ketika di pengadilan memutuskan anaknya bersalah. Setibanya di rumah, anak Syuraih berkata, "Kalau saja saya tidak meminta saran dari ayah, maka saya tidak akan menghadapi masalah seperti ini."

Lalu Syuraih menjawab, "Anakku, kau lebih kucintai dari bumi dan seisinya. Tetapi bagiku, Allah lebih mulia dari kamu. Aku khawatir, kalau aku memberitahu bahwa kamu yang menang, maka kamu akan berdamai dengan mereka dan akhirnya kamu mengambil sebagian hak mereka."

Syuraih pernah menyampaikan, ketika dirinya tertimpa musibah, maka dia akan bersyukur kepada Allah sampai empat kali. Pertama, bersyukur karena tidak tertimpa musibah yang lebih besar dari musibah yang sedang menimpanya. Kedua, bersyukur karena Allah SWT memberinya kesabaran dalam menghadapi musibah tersebut.

Ketiga, bersyukur karena Allah SWT senantiasa membimbing dirinya untuk mengucapkan istirja sehingga dengan itu menjadi pahala. Keempat, bersyukur karena Allah SWT tidak menjadikan musibah itu dalam agamanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement