Selasa 28 Dec 2021 15:02 WIB

Kepala Desa di Garut Gunakan BLT untuk Bayar Utang

Ada sebesar Rp 374,4 juta dana BLT untuk 224 PKM yang tidak disalurkan kepala desa.

Rep: Bayu Adji P / Red: Agus Yulianto
Polres Garut merilis kasus kepala desa di Kabupaten Garut menjadi tersangka korupsi dana BLT, Selasa (28/12).
Foto: Istimewa
Polres Garut merilis kasus kepala desa di Kabupaten Garut menjadi tersangka korupsi dana BLT, Selasa (28/12).

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Kepala Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, berinisial ES, menjadi tersangka dalam kasus korupsi penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan anggaran dana desa. Diduga, ES menggunakan anggaran bantuan langsung tunai (BLT) dari dana desa untuk membayar utang.

Kapolres Garut, AKBP Wirdhanto Hadicaksono, mengatakan, kasus itu terungkap dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Unit Tindak Pidana Korupsi, Satuan Reserse Kriminal, Polres Garut, pada Semtember 2021. Tim menemukan informasi adanya penyalahgunaan anggaran dan wewenang terkait penggunaan anggaran dana desa untuk BLT. 

"Pertama, di dana desa TA 2020 untuk BLT bulan Juni, ada satu RW dengan 24 keluarga penerima manfaat (KMP) yang tidak tersalurkan BLT-nya. Sementara pada Juli-Desember 2020, ada 200 kpm yang tidak menerima BLT," kata dia, Selasa (28/12). 

Setelah diselidiki, didapati fakta bahwa anggaran yang seharusnya digunakan untuk BLT kepada warga itu disalahgunakan oleh tersangka ES, yang merupakan Kepala Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu. Tersangka merupakan kepala desa yang masih aktif. 

Wirdhanto mengatakan, usai menemukan fakta tersebut, Polres Garut berkoordinasi dengan Inspektorat Daerah Kabupaten Garut dan dinas terkait untuk melakukan pemeriksaan. Dalam perkara itu, sebanyak 32 orang saksi diperiksa, mulai dari aparat di tingkat desa, kecamatan, hingga dinas. 

"Hasilnya, ditemukan fakta ada sebanyak Rp 374.400.000 dana BLT yang tidak disalurkan. Itu merupakan hak 224 KPM," kata Kapolres.

Berdasarkan keterangan tersangka, Wirdhanto menyebut, dana itu digunakan untuk membayar utang. Tersangka juga mengaku, tertipu proyek fiktif. Aparat kepolisian masih akan akan terus melakukan penelusuran ke mana menyalurnya dana tersebut. 

Atas perbuatannya, tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. "Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta hingga Rp 1 miliar," kata Wirdhanto.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement