Senin 27 Dec 2021 09:43 WIB

Kala Ridwan Kamil Menyusuri Sejarah Tsunami 2004 di Kota Banda Aceh

Museum Tsunami Aceh merepresentasikan ketakutan, kesedihan, dan harapan.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengunjungi Museum Tsunami Aceh di Jalan Sultan Iskandar Muda, Provinsi Aceh, Sabtu (25/12).
Foto: istimewa
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengunjungi Museum Tsunami Aceh di Jalan Sultan Iskandar Muda, Provinsi Aceh, Sabtu (25/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil alias Kang Emil menyusuri sejarah peristiwa gempa dan tsunami yang terjadi di Provinsi Aceh pada 26 Desember 2004, dengan mengunjungi Museum Tsunami Aceh dan berziarah ke makam korban salah satu bencana terdahsyat di dunia tersebut.

Dia tidak kuasa menahan haru saat mengunjungi Museum Tsunami Aceh di Jalan Sultan Iskandar Muda, Kota Banda Aceh, Ahad (26/12). Museum tersebut merupakan rancangan Kang Emil sendiri.

Baca Juga

Kang Emil menuturkan, ruangan Museum Tsunami Aceh yang paling mengesankan baginya adalah Sumur Doa, yang di dalamnya ada nama korban gempa dan tsunami Aceh. "Dari semua bagian museum, ini adalah ruangan yang paling emosional buat saya," katanya dalam siaran pers di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (27/12).

Dia menuturkan, pencahayaan yang temaram di dalam ruangan itu membangkitkan keinginan orang yang datang untuk merenung dan mendoakan korban gempa dan tsunami pada 17 tahun silam. "Ini tempat kita berdoa untuk korban-korban tsunami dan di atas ada lafadz Allah, artinya apapun yang terjadi harus tawakal," kata Kang Emil.

Dia memenangkan sayembara yang diselenggarakan pada 2007 untuk mendesain Museum Tsunami Aceh. "Saya banyak meneteskan air mata dalam proses sketsanya, termasuk dalam proses presentasinya pun saya terbata-bata, karena ratusan ribu nyawa melayang akibat tsunami Aceh," kata Kang Emil.

"Prosesnya (rancang bangun) sekitar sebulan, tapi proses pencarian cukup intens, mencari cara sederhana agar masyarakat bisa merasakan langsung peristiwa itu, seperti ketakutan, basah, gelap, dan lainnya," kata Kang Emil menambahkan.

Dia menjelaskan, Museum Tsunami Aceh merepresentasikan ketakutan, kesedihan, dan harapan. "Jadi setelah rasa takut yang ditandai lorong gelap dan gemericik air di bagian pintu masuk, lalu kesedihan dengan adanya sumur doa, dan terakhir harapan dengan hadirnya lorong menuju atap bangunan," kata Kang Emil.

Menurut dia, atap bangunan museum itu bisa difungsikan sebagai tempat evakuasi yang bisa menampung ribuan orang apabila terjadi bencana. "Ini ibaratnya dataran tinggi untuk evakuasi jika tsunami kembali terjadi," kata Kang Emil.

Museum Tsunami Aceh dibangun pada 2008, dan diresmikan pada 2009. Museum tersebut mulai dibuka untuk umum pada 2011. Museum itu kini menjadi tempat wisata favorit wisatawan di Kota Banda Aceh, selain Masjid Baiturrahman, yang berada dekat dengan museum.

Selain mengunjungi Museum Tsunami Aceh, Kang Emil berziarah ke kuburan massal korban tsunami Aceh di Ule Lheue, Kota Banda Aceh. Bersama Gubernur Aceh Nova Iriansyah dan para pejabat daerah, ia menghadiri acara doa bersama dan tabur bunga untuk memperingati kejadian gempa dan tsunami.

"Saya tentu mengikuti tradisinya dimulai dengan berdoa di pemakaman massal ini, di mana peristiwanya sangat luar biasa, tentulah tidak bisa semuanya satu-satu dimakamkan dengan syariat yang memadai. Tapi, apa pun itu, dalam kedaruratan tentu dilaksanakan seperti yang kita lihat sekarang," kata Kang Emil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement