Sabtu 25 Dec 2021 06:31 WIB

Pengadilan Rusia Denda Google Rp 1,38 Triliun

Google berulang kali mengabaikan perintah penghapusan konten terlarang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Kantor Pusat Google di Mountain View, California, Amerika Serikat. Pengadilan Moskow, Rusia, menjatuhkan sanksi denda senilai hampir 100 juta dolar AS kepada Google, Jumat (24/12/2021).
Foto: AP/Paul Sakuma
Kantor Pusat Google di Mountain View, California, Amerika Serikat. Pengadilan Moskow, Rusia, menjatuhkan sanksi denda senilai hampir 100 juta dolar AS kepada Google, Jumat (24/12/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pengadilan Moskow, Rusia, menjatuhkan sanksi denda senilai hampir 100 juta dolar AS kepada Google, Jumat (24/12). Perusahaan tersebut dinilai gagal menghapus konten yang dilarang hukum setempat. 

Pengadilan Distrik Tagansky memutuskan, Google berulang kali mengabaikan perintah penghapusan konten terlarang. Sebagai konsekuensinya, pengadilan memerintahkan Google membayar denda administrasi sekitar 7,2 miliar rubel atau setara 98,4 juta dolar AS. Jika dikonversi ke rupiah nilainya mencapai Rp 1,39 triliun (dengan kurs Rp 14.189 per dolar AS).

Baca Juga

Google mengatakan akan mempelajari dokumen pengadilan. Setelah itu mereka bakal memutuskan langkah apa yang hendak diambil sebagai respons. Pada hari yang sama, pengadilan Rusia juga menjatuhkan sanksi denda sebesar 1,9 miliar rubel kepada Meta (dulu dikenal sebagai Facebook). Persis seperti Google, Meta pun didenda karena dinilai gagal menghapus konten terlarang. 

Sebelumnya pengadilan Rusia pernah mengenakan denda lebih kecil kepada Google, Facebook, dan Twitter. Putusan terbaru menandai pertama kalinya besaran denda dihitung berdasarkan pendapatan.

Otoritas Rusia terus meningkatkan tekanan kepada platform media sosial. Mereka dituduh gagal "membersihkan" konten yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba, senjata, dan bahan peledak. Awal tahun ini, Moskow juga menyalahkan platform-platform itu karena tak menghapus pengumuman tentang protes tanpa sanksi untuk mendukung Alexei Navalny. 

Navalny merupakan kritikus utama pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin. Saat ini dia mendekam di penjara.

Otoritas Rusia juga menuntut  perusahaan-perusahaan raksasa teknologi asing agar menyimpan data pribadi warga Rusia di server negara tersebut. Jika tuntutan itu tak dapat dipenuhi, sanksi berupa denda berpotensi diterapkan. Langkah paling ekstrem adalah melarang perusahaan-perusahaan tersebut di Rusia.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement