Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ridho Sr

Jalani Hidup Bebas Cemas dengan Filsafat Stoisisme

Gaya Hidup | Thursday, 23 Dec 2021, 14:58 WIB
Patung Marcus Aurelius , Filsuf Stoisisme. foto dari GettyImages.com

Menurut data dari Riskesdas (2018), sekitar 6,1 % remaja di indonesia berusia 15 ke atas menunjukkan adanya gejala-gejala penyakit mental seperti kecemasan dan depresi. Sangat memprihatinkan bukan? Jadi, betapa mengejutkan nya bagi saya bahwa kecemasan ini sudah menjadi hal yang umum bagi remaja di indonesia,dan saya adalah salah satu orang yang berjuang melawan kecemasan.

Setelah lulus dari SMA, saya didera oleh kecemasan berlebih. saya yang biasanya ceria, humoris, dan mudah bergaul. Berubah menjadi pribadi yang sering cemas dan suka menyendiri. hal ini yang membuat saya berubah dan susah berkomunikasi dengan seseorang. Saya mencoba berbagai cara untuk mengatasi kecemasan ini seperti meditasi, olahraga, menonton video tentang cara mengatasi kecemasan di youtube, hingga membaca banyak buku tentang self-help. ketika membaca buku yang berjudul Filosofi Teras, saya dipertemukan oleh sebuah ajaran filsafat yang bernama “Stoicism” atau dalam terjemahan indonesia nya disebut Stoisisme. filsafat kuno ini telah berusia lebih dari 2.000 tahun. Namun, ajaran-ajarannya tetap relevan sampai masa kini. Dari pengalaman pribadi saya, ajaran-ajaran filsafat ini berhasil mengurangi perasaan cemas saya.

Karena itu, saya yakin dengan menerapkan ajaran-ajaran Stoisisme di kehidupan sehari-hari, dapat membuat kita lebih damai dan tenang dalam menjalani kehidupan. Begitulah kira-kira pengalaman pribadi saya dengan stoisisme, dan keren nya lagi ajaran ini tidak ada yang bertentangan dengan ajaran agama yang kita anut. Malahan, ketika saya pikir-pikir ajaran stoisisme ini sangat selaras dengan ajaran agama. Jadi, apa itu Stoisisme dan bagaimana ajaran—ajarannya bisa membuat saya bebas dari rasa cemas?

Menurut Manampiring (2018) dalam buku yang berjudul “Filosofi Teras”, Stoisisme adalah sebuah filsafat yang berasal dari Yunani Kuno.Filsafat ini dibawa oleh Zeno dan dikembangkan oleh para filsuf Yunani lainnya, seperti Epictetus, Seneca, bahkan Marcus Aurelius. Filsafat ini mengajarkan seseorang untuk berbuat kebaikan, toleransi, dan penguasaan penuh atas dirinya sendiri. Seseorang yang telah menerapkan ajaran stoisisme tidak akan mudah terbawa oleh emosi dan tetap tenang ketika dihadapi oleh peristiwa yang tidak diduga-duga.

Stoisisme juga menekankan untuk mencari kebahagiaan hanya pada dalam diri kita, dengan cara menerima segala hal yang telah terjadi pada kehidupan kita, dan tidak pusing-pusing memikirkan hal eksternal, seperti kekayaan, Popularitas, Jabatan dan lain sebagainya. Bagi orang beriman, ini seperti mensyukuri segala nikmat yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan ajaran stoisisme di kehidupan sehari-hari:

1. Dikotomi kendali

Inti dari ajaran stoisisme adalah dikotomi kendali. Artinya, Dalam hidup ini ada hal-hal yang berada dalam kendali kita dan ada juga yang tidak. Manampiring (2018) menyebutkan bahwa yang dalam kendali kita hanya pikiran dan perbuatan kita, dan faktor-faktor eksternal seperti peristiwa, kejadian, cuaca, perlakuan orang lain, dan lain sebagainya, itu semua bukan dalam kendali kita. Dengan memahami dikotomi kendali, kita akan merasa tenang dalam menghadapi berbagai peristiwa yang akan kita hadapi.

Contoh penerapannya, ketika saya mengikuti ujian, sering kali saya memikirkan hal-hal yang di luar kendali saya seperti hasil ujian, tingkat kesulitan ujian, perlakuan pengawas, dan hal-hal eksternal lainnya. Hasilnya, saya merasa cemas, Stres, bahkan putus asa. Nah, ketika saya mengetahui dan memahami dikotomi kendali ini. ketika mengikuti ujian selanjutnya, saya hanya fokus pada hal-hal yang berada dalam kendali saya, seperti belajar sebelum ujian, menjaga kesehatan, tidak begadang sebelum ujian dan persiapan-persiapan lainnya. Dengan begitu, saya merasa santai dan tenang ketika menghadapi ujian bahkan menikmati nya.

2. Latih opini kita

Epictetus, salah satu filsuf Stoisisme, berkata, “Bukan suatu peristiwa yang membuat kita menderita, tetapi opini kita terhadap peristiwa tersebut.” Dalam ajaran stoisisme, tidak ada peristiwa/kejadian yang baik atau buruk. Yang menjadikan peristiwa itu baik atau buruk adalah interpretasi/opini kita terhadap peristiwa tersebut.

Contoh pengalaman pribadi saya, jika ada seorang teman yang mengejek saya, dengan otomatis saya langsung merasa kesal atau membalas perbuatannya, tetapi jika kita melihat peristiwa itu lebih dalam yang membuat saya hanyut dalam rasa kesal adalah opini dalam kepala saya seperti, “Sial dia merendahkan harga diri gue,” “Wah, pengin mengajak ribut nih orang,” opini-opini seperti itulah yang membuat suatu peristiwa menjadi negatif. Dengan melatih opini kita terhadap suatu peristiwa, kita akan tetap tenang terhadap peristiwa tersebut. Jika pikiran-pikiran seperti itu muncul dalam kepala kita muncul, kita bisa menanyakan pikiran tersebut seperti, “Apa benar dia pengin ribut saya?” “Kalau dia mengejek kita, terus apa masalahnya? Kenapa saya harus merasa kesal karena perbuatannya?” dengan begitu, kita akan tetap santai dan tidak cepat terbawa emosi ketika ada peristiwa yang sering kita anggap negatif.

3. Selalu ingat tidak ada hal kekal di kehidupan ini

Tadi kita telah memahami tentang dikotomi kendali. Dengan begitu, kita pasti paham bahwa di kehidupan ini ada yang dalam kendali kita dan ada juga yang tidak. Maka, dengan memahami ajaran ini kita akan sadar bahwa tidak ada yang kekal dalam kehidupan ini. orang yang banyak harta bisa saja kehilangan semua hartanya; seorang artis yang sangat terkenal bisa saja terlupakan; benda yang kita sayangi bisa saja rusak; pejabat yang berkuasa bisa saja turun tahta; dan orang yang kita cintai dan sayangi bisa saja dipanggil yang Maha kuasa. Stoisisme mengajarkan kita untuk menciptakan jarak emosi yang sehat terhadap hal-hal di luar kendali kita. Dengan begitu, jika hal-hal tersebut hilang atau diambil yang Maha Kuasa, kita sudah paham bahwa itu semua bukan dalam kendali kita. Hasilnya, kita tidak akan berlarut-larut dalam kesedihan atau merasa kehilangan.

Begitulah kira-kira ajaran stoisisme yang saya terapkan di kehidupan-sehari, dan Masih banyak lagi informasi tentang filsafat ini. Jika teman-teman ingin mengetahui lebih dalam tentang filsafat ini, kalian bisa membaca buku-buku tentang filsafat stoisisme seperti buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring atau buku tentang stoisisme lainnya. Begitulah pengalaman pribadi saya dengan stoisisme. semoga ketika teman-teman membaca tulisan yang sederhana ini, teman-teman juga mendapatkan manfaat dari Filsafat stoisisme ini.

Referensi :

Tim Riskesdas. 2018. Laporan Nasional Riskesdas 2018 , Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Manampiring, H. (2019). Filosofi Teras. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Tedx Talks. (2013, November 9). How Philosophy can save your life | Jules Evans | TEDxBreda

[video]. Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=XuwYvFlNGns.

Ted-Ed . (2017, Juni 19). The Philosophy of Stoicism – Massimo Pigliucci [video]. Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=R9OCA6UFE-0&t=93s

Greatmind . ( 2021, April 24) . On Marissa's Mind: Stoikisme, Filosofi Anti Cemas - Bagian 1 [video] . Youtube https://www.youtube.com/watch?v=v70vUiywj7Q

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image